Kamis, 05 April 2012

Jalan-jalan ke TASIKMALAYA

Sejarah berdirinya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonomi tidak terlepas dari sejarah berdirinya kabupaten tasikmalaya sebagai daerah kabupaten induknya. Sebelumnya, kota ini merupakan ibukota dari kabupaten Tasikmalaya, kemudian meningkat statusnya menjadi kota administrasi tahun 1976, pada waktu A. Bunyamin menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya, dan kemudian menjadi pemerintahan kota yang mandiri pada masa Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya dipimpin oleh bupatinya saat itu H. Suljana W.H.
Waktu menunjukkan pukul 22.00, kami semua bersiap untuk berangkat menuju singaparna-tasikmalaya. Dalam rombongan ini kami berjumlah 8 orang, menggunakan sebuah mobil pribadi. Perjalanan dimulai! Didalam mobil banyak hal yang diperbincangkan tidak ada habisnya, habis materi pertama akan disambung lagi dengan materi kedua, habis materi kedua akan disambung lagi dengan materi ketiga, begitulah seterusnya. Karena saya paling muda didalam mobil ini lebih baik menjadi pendengar daripada menimpali pembicaraan tapi mengerti apa pembahasannya. Tapi dari banyak bahasan yang dibicarakan Cuma satu bahasan yang paling panjang tentang pernikahan karena perjalanan kami kali ini adalah untuk menghadiri sebuah pernikahan seorang sahabat di singaparna-tasikmalaya.
Perjalanan ini bukan pertamakali tapi untuk yang kesekiankalinya aku melewati jalur selatan, dalam perjalanan malam hari sang pengemudi harus benar-benar seorang yang ahli karena dijalur ini banyak sekali kelokan-kelokan yang salah sedikit saja mungkin akan terjadi kecelakaan. Aku selalu takut melewati jalan ini, setiap kelokan membuat aku berpikir banyak kecelakaan yang terjadi dijalur ini. Tapi sudahlah! Setelah sampai dibandung aku merasakan mata sudah tak sanggup lagi terbuka, aku pejamkan saja mata ini.
“berenti-berenti!” teriakan seorang kawan ini membangunkan aku. Hah! Baru sebentar rasanya mata ini terpejam.
“kenapa?” tanya pengemudi
“saya mau buang air besar udah gak tahan lagi”
“mau bongkar muatan rupanya hahaha, kita cari masjid terdekat saja” ujar sang pengemudi. Aku hanya ikut tertawa melihat wajah kawan yang ingin buang air besar. Wajahnya begitu serius tapi masih saja dijadikan bahan lelucon. Perjalanan seperti ini memang selalu menyenangkan karena candaan adalah menu utama dari mulai samapi akhir perjalanan. Kami sudah sampai di simpang lima singaparna dari sini sedikit lagi kami akan sampai dirumah sahabat yang akan melangsungkan pernikahan. Tepat pukul  03.00 kami sampai disebuah mesjid yang sangat besar. Semua rombongan keluar dari mobil, aku yang sudah tak bisa lagi menahan kantuk langsung merebahkan tubuh di beranda mesjid yang memanjang kira-kira 10 meteran.
“sholatullah,,,,,,” suara shalawat aku bangun, kulihat jam pada handphone, sudah pukul 05.20. pantas saja sudah banyak orang yang mondar-mandir tapi kenapa tak ada satupun orang yang membangunkan aku. Aku dengan segera mengambil air wudhu dan langsung melaksanakan shalat subuh seorang diri karena dalam mesjid yang sangat luas ini semua orang sudah selesai melaksanakan shalat.
Mentari mulai terbit perlahan, aku duduk bersama yang lain di beranda mesjid. Mesjid ini dikunjungi begitu banyak orang kebetulan pagi ini hari minggu, banyak gadis-gadis berkumpul duduk diberanda sambil tertawa bercerita, rata-rata menggunakan hijab walau ada yang tidak, ada juga pasangan muda-mudi yang lalulalang, pasangan suami-istri, begitu banyak manusia berkerumun ditempat ini, kebetulan diseberang mesjid ini ada taman yang cukup luas, ouh! Nama tempat ini alun-alun singaparna, terang saja banyak orang yang berkumpul disini. Mesjid ini bernama mesjid agung singaparna.
“ayo kita jalan sekarang, sudah  ditunggu” semuanya sudah menumpang mandi dimesjid agung ini, setelah semua berdandan rapi dengan batiknya, kami siap menuju tempat undangan. Tempat acara dari mesjid ini sekitar 200 meter baru kita akan sampai. Akhirnya kami sampai juga, acara sudah dimulai, susunan acara sudah dibacakan yang unik adalah pembacaan susunan acaranya dengan bahasa sunda. Kebetulan sahabat yang menikah adalah orang sunda dengan jodohnya juga orang sunda wajarlah acara yang dipakai serba sunda.
Saat paling membahagiaakan adalah saat sahabat kami yang menikah mendengarkan kata “sah” dari semua orang walaupun dia harus mengulang ijab kabul dua kali tapi akhirnya dia berhasil juga. Selamat kawan atas hari yang bahagia ini. Sampai akhirnya kami harus pamit, tidak lupa kami foto bersama sang pengantin.
Aku harus tinggal seorang diri disini, karena semua akan kembali ke jakarta kecuali aku. Karena aku punya perjalanan sendiri, aku harus meneruskan perjalanan ke cibeureum-tasikmalaya. Selama seminggu aku akan magang disana. Rombongan akhir sudah pulang aku harus menunggu seseorang yang akan menjemputku untuk sampai ke cibeureum. Aku coba menghubungi orang yang bisa menjemputku.
“hallo iya pak saya di alun-alun singaparna. Bapak dimana?” setelah sekian kali aku menghubungi akhirnya diangkat juga.
“ oke kamu tunggu disitu saya akan kesana.”
“oke pak” aku langsung melangkahkan kaki sepertinya aku ingin naik becak saja tapi setelah berpikir ulang lebih baik jalan kaki saja menuju alun-alun. Lelah sekali rasanya jalan di saat terik seperti ini, aku duduk di beranda mesjid.
“mau kemana a’? seperti aa bukan orang sini?” seorang pemuda mengagetkan aku
“ouh iya saya dari jakarta mau ke ciberem”
“ci-beu-reum yang bener a’ bukan ciberem begitulah saya nada bisa salah arti juga lo a’ bahasa sunda” dia tersenyum. Dalam hati aku tertawa ternyata aku salah penuturannya.
“ouh iya saya mau kesana kalau dari sini masih jauh a’?”
“kira-kira 3 kali naek angkotlah a’” lumayan juga jauh
“nuhun a’ temen saya udah selesai ke kamar mandi. Pamit a’” aku menganggukkan kepala. Handphone-pun berdering.
“ya hallo pak!”
“kamu dimana?”tanya suara diseberang sana.
“saya di alun-alun singaparna pak”
“dimananya kamu. Saya sudah disini” katanya. Berulang kali aku bilang aku disini dia-pun mengatakan hal yang sama kalau dia sudah disini, entahlah siapa yang salah. Setelah lelah aku memutari alun-alun singaparna. Kami saling bersikeras jika kami sudah berada disini.
“oke sekarang kamu ada dimana?”
“saya dari tadi di alun-alun singaparna pak”
“ouh kenapa tidak bilang kalau kamu di alun-alun singaparna. Saya di simpang lima, ya sudah kamu naik angkutan umum saja ke simpang lima nanti saya jemput. Masih jauh soalnya dari sini kesana.” Pantas saja dari tadi kami tak bertemu ternyata masing-masing salah mengartikan nama tempat.
“okelah pak” jam sudah menunjukkan pukul 11.00 terik matahari sangat menyengat, aku begitu berkeringat kenapa tak bilang dari tadi aku harus naek angkot. Aku tidak tahu harus naek angkot apa untuk mencapai simpang lima. Lebih baik bertanya bukan begitu juga saran pepatah ‘malu bertanya sesat dijalan’.
“nuhun a’?” sedikit berlagak sunda agar terlihat ramah seperti warga sekitar.
“kalau saya mau ke ci-beu-reum naek angkot yang mana ya a’?” dengan susah payah aku melafalkan cibeureum agar tak dipermasalahkan lagi haha.
“ouh naek saja angkot ini nanti tanya lagi sama kerneknya” dengan segera aku menaiki angkot yang ditunjukkin orang tadi.
“a’ saya mau ke ci-beu-reum nanti saya turun dimana ya?”
“ouh nanti saya tunjukkan a’” ah aman rasanya kalau sudah begini aku bisa duduk tenang tidak lagi panik. Cuaca diluar sudah rintik-rintik gerimis. Kernek itu turun menghampiri sebuah angkot putih berbicara sesaat.
“a’ itu angkotnya naek saja.”
“makasih a’ makasih” segera aku melompat ke angkot selanjutnya. Aku duduk tenang saja di angkot ini. Tak berapa lama yang sopir bicara padaku.
“a’ jalan aja ke seberang sana nanti ada angkot putih naek aja angkot itu bilang simpang lima” ujar sang sopir. Hujan cukup deras aku angkat kupluk jaket-ku untuk menutupi kepala dari air hujan dan mulai berjalan menyeberangi jalan yang cukup lebar ini. Sampai diseberang sudah ada angkot putih yang akan aku tumpangi, angkot ini diam disini untuk menunggu penumpang.
“daerah ini apa namanya pak?” aku coba bertanya
“alun-alun tasik, kamu mau kemana?” aku mengangguk alun-alun tasik rupanya
“saya mau ke simpang lima” setelah dapat penumpang, angkotpun mulai jalan. Sekitar 15 menit aku sudah sampai disimpang lima. Sopir yang memberitahu jika tempat ini simpang lima, aku turun dan mulai menelpon
“halo pak saya sudah disimpang lima”
“saya dari tadi disimpang lima, saya pakai mobil jazz putih” aku lihat sekeliling tak ada yang menggunakan jazz putih disini.
“dimana pak saya tidak liat?”
“didekat pos polisi.”
“saya di pos polisi pak?”
“kamu simpang lima mana? Jangan simpang lima tasik yang tugunya kecil ya?”
“iya pak yang tugunya kecil” akhir suara di seberang sana tertawa dan mengatakan tunggu sebentar disana saya mau jalan. Ternyata salah lagi sudah hujan, salah tempat lagi, apes betul hari ini.
 Seseorang diseberang jalan melambaikan tangan padaku, itu dia yang menjemputku. Akhirnya ketemu juga, jaket sudah basah lagi. Pertama berjabat tangan dia sudah mulai tertawa dan bercerita tentang kesalahpahaman kami. Aku dibawanya ke tempat magangku selama seminggu nanti.
Huaaaa! Bangun pagi udara dingin begitu menusuk kulit, pagi pertama ditasik. Aku suka dengan udara ini yang membuat aku semakin semangat untuk bangkit belajar menjadi seseorang yang lebih baik.  Tak banyak hal yang aku lakukan di sini hanya sekedar belajar, seminggu berlalu tapi selama seminggu itu banyak tempat yang aku kunjungi, hal menarik pertama ditasik adalah rumah makan prasmanan yang murah meriah ada yang hanya enam ribu rupiah, ada yang delapan ribu rupiah, makan disini sudah murah sepuasnya lagi memilih menu. Selain itu banyak terdapat kolam renang yang menarik di tasik salah satu kolam renang tirta, Mengunjungi kolam renang Tirta Alam bisa menjadi salah satu alternatif untuk menghabiskan liburan akhir pekan. Bertempat di Jalan Garuda Kota Tasikmalaya, kolam renang ini mempunyai banyak wahana yang bisa Anda dinikmati.
Selain itu, tiket masuknya pun relatif murah, hanya Rp 10.000,- per orang. Plus tempat parkir yang luas, sehingga para pengunjung yang datang membawa kendaraan dapat leluasa memarkirkan kendaraannya yang dijaga ketat oleh petugas keamanan khusus kolam renang.
Sebelum masuk ke kawasan kolam renang, pengunjung dimanjakan dengan taman yang cukup besar. Kadang juga ada hiburan dari tempat ini misalnya dangdutan dan yang lainnya. Ditambah dengan kolam ikan yang digunakan untuk berperahu dan diatasnya terdapat serambi yang digunakan sebagai tempat makan. Ada juga miniatur hewan yang bisa digunakan untuk berfoto. Terutama bagi anak-anak. Di Tirta Alam terdapat empat kolam renang. Antara lain kolam renang untuk balita, anak TK/SD, umum/dewasa dan khusus wanita. Kolam renang untuk balita tingginya hanya sekitar 20 cm. Kalau ada paket rombongan dari TK atau PAUD, kolam ini biasa digunakan untuk lomba menangkap ikan. Sedangkan kolam renang khusus wanita biasanya ramai dikunjungi oleh para muslimah dari pesantren. Begitulah tasik malaya yang terkenal akan kota santrinya sampai-sampai tempat wisatapun menghargai budaya di tasik yang budaya santri sehingga membentuk tempat yang khusus untuk muslimah.
Di kolam renang untuk anak, terdapat mini waterboom. Di kolam renang untuk anak ini, biasanya paling penuh pengunjung. Tidak hanya anak-anak saja, remaja bahkan ibu-ibu juga suka bermain seluncur air di kolam ini. Selain berenang, tambah dia, pengunjung bisa menikmati wahana out bound seperti flying fox, spider web, dan perahu. Untuk semua wahana out bound, keamanan dan keselamatan pasti terjaga karena di sini ada tim khusus yang membimbing dan tentunya sudah berpengalaman. Semua bisa terjamin karena segalanya sudah dipersiapkan sesuai dengan standarnya masing.
Selain tempat wisatanya tasik juga memiliki alam yang masih terbilang alami misalnya persawahan warga yang masih banyak terdapat dimana-mana di tasik ini, lalu ada juga kolam ikan atau empang milik warga yang banyak memelihara ikan bawal dan mujair, ouh ia aku juga sempat membongkar kolam untuk manangkap ikan bawal, selama dua jam aku berusaha menangkap ikan bersama beberapa orang lainnya, kami mendapatkan kira-kira lima ikan lebih yang kemudian kami bakar untuk dimakan bersama-sama ini hal menyenangkan menurut aku karena selama ini aku belum pernah membongkar kolam ikan seperti saat itu. Selain membongkar kolam aku juga sempat ikut kerja bakti bersama warga sekitar membereskan lingkungan dari rerumputan liar yang banyak tumbuh di pemukiman warga, membersihkan got-got dari sampah, dan aku juga sempat membangun sebuah rumah berlantai dua secara bergotong royong memindahkan semen dan pasir, membuat cor-coran bangunan, dan membuat kerangka besi untuk bangunan juga sempat aku lakukan hal yang jarang bisa temukan dikota-kota itulah yang menyenangkan hidup didesa gotong royong masih terasa.
Aku juga sempat bermain sepak bola di salah satu lapangan yang terdapat diatas bukit di daerah manonjaya, jarak dari cibeureum ke manonjaya mesti menempuh jarak yang cukup jauh entah berapa kilo melalu jalan yang sepi dengan kecepatan 90 km/jam saja kita harus menghabiskan waktu sekitar 30 menit kurang lebih. Ada hal yang menarik dari manonjaya yaitu masjid agung manonjaya-nya karena dari masjid agung manonjaya inilah berawal kota tasikmalaya menurut cerita begitulah. Masjid agung manonjaya merupakan salah satu masjid tertua di Kab. Tasikmalaya yang didirikan tahun 1837.
Masjid Agung Manonjaya dibangun pada tahun 1837 M. Namun, ada pula yang menyebutkan, masjid ini dibangun pada tahun 1832 M. Terlepas dari kedua data tersebut, yang pasti, masjid itu sudah berdiri lebih dari 170 tahun. Masjid kebanggaan warga Tasikmalaya, Jawa Barat, ini terletak di Dusun Kaum Tengah, Desa Manonjaya, Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya. Selain karena usianya yang panjang, masjid ini juga memiliki ciri khas tersendiri dari segi arsitekturnya.
Dengan usianya yang mendekati dua abad itu, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Masjid Manonjaya yang memiliki luas sekitar 1.250 meter persegi ini menjadi kawasan cagar budaya (purbakala) yang wajib dilindungi dan dilestarikan. Ketetapan pemerintah itu dikeluarkan oleh Badan Arkeologi RI yang merujuk UU Kepurbakalaan pada 1 September 1975 bersama dengan Masjid Agung Sumedang.
Keputusan ini diperkuat lagi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa Masjid Agung Manonjaya sebagai bangunan cagar budaya yang harus terus dilestarikan.
Sekitar 51 tiang masjid dari total 61 tiang yang ada dengan diameter antara 50-80 sentimeter (cm) yang terletak di beranda masjid. Tepat di depan beranda itu juga bisa menikmati keindahan dan kekokohan dua buah menara yang pada masa lalu biasa digunakan muazin untuk mengumandangkan azan ke seluruh pelosok kota. Kedua menara itu persis mengapit pintu gerbang utama yang menghadap langsung ke alun-alun Manonjaya.
Dari segi arsitekturnya, Masjid Agung Manonjaya ini begitu kental dengan nuansa neoclassic, seperti kekhasan bangunan di Eropa. Pada beberapa bangunan tertentu, tampak sentuhan art deco yang menjadi ciri arsitektur bangunan di negeri Belanda.
Secara umum, arsitektur Masjid Agung Manonjaya ini memadukan desain Eropa dengan aristektur tradisional Sunda dan Jawa.Nuansa tradisional itu sangat terasa dengan bentuk dari elemen bangunan, seperti ruang shalat untuk wanita, serambi (pendopo) di sebelah timur, dan mustaka (memolo) yang konon merupakan peninggalan dari Syekh Abdul Muhyi, ulama asal Pamijahan, Tasikmalaya Selatan.
Beberapa unsur bangunan yang sangat khas dan melambangkan percampuran unsur tradisional dengan Eropa klasik itu adalah atap tumpang tiga, serambi (pendopo), dan struktur saka guru yang terdapat di tengah-tengah ruang shalat.
Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan tiang saka guru yang berjumlah 10 buah. Konstruksi tiang-tiang saka guru tampak berbeda dibandingkan konstruksi serupa yang lazim ada di bangunan masjid-masjid masa lalu dan masa kini. Bila Masjid Agung Demak menggunakan tiang saka guru yang terbuat dari kayu, sebaliknya tiang saka guru Masjid Manonjaya ini menggunakan material pasangan batu bata. Masing-masing tiang saka guru berbentuk persegi delapan dengan diameter 80 cm, ujar Didi Iskandar, ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Manonjaya.
Seperti umumnya masjid-masjid yang dibangun di masa lalu, Masjid Agung Manonjaya ini juga menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari kayu jati, kapur, dan tanah liat. Ketiga material itu digunakan sebagai bahan struktur rangka dan campuran tembok masjid. Tapi sayang beberapa saat yang lalu saat terjadi gempa banyak tiang masjid ini yang roboh, begitulah masjid cerita tentang masjid agung manonjaya.
Ya itulah perjalananku selama seminggu ditasik diwaktu luang aku habiskan untuk pergi berjalan menuju tempat-tempat yang bisa menenangkan diri, dengan pergi kesana aku bisa segar kembali dan bisa berpikir lebih baik lagi. Mungkin masih banyak lagi tempat-tempat yang bisa kita kunjungi ditasik hanya saja aku tak bisa mencapai. Gunung galunggung saja aku belum bisa mencapainya mungkin dilain waktu aku bisa kesana.