Selasa, 18 Oktober 2016

Berkilahlah dengan Lidah, tapi Hati Takkan Menolak Kebenaran

Ada orang yang tidak mengerti tapi bicara banyak, saya hanya mengerti sedikit dan saya ingin bicara sedikit saja. Orang yang tidak mengerti akan mengatakan,

"Coba kita saling memaafkan, itu jauh lebih baik. Dia hanya khilaf. Jangan lihat kesalahannya, coba lihat kebaikannya yang sedikit." Tidak ada yang salah dengan kalimat ini, semua benar saling memaafkan adalah prilaku terpuji. Tapi ada pengecualian maaf pada hal-hal tertentu yang tidak dia pelajari, mendapatkan maaf mudah saja tapi konsekuensi dari kesalahan itu harus tetap diproses.

Apa bisa setelah membunuh minta maaf lalu urusan selesai? Apa bisa setelah memperkosa meminta maaf urusan selesai? Apa bisa? Bukankah jika ada laporan maka sudah semestinya diproses karena kita punya perundang-undangan, kita punya hukum. Semuanya memiliki aturan jika dilanggar ada sanksi yang harus diterima.

Sekarang mari berhitung berapa kali dia buat kesalahan? Berapa kali dia buat kebaikan? Kenyataannya kesalahan lebih banyak, berapa banyak kami sudah memaafkan? Tapi ada kesalahan yang bisa saja menerima maaf tapi tidak bisa mendapat maaf. Kalian mengimani apa yang kalian imani, kami muslim mengimani apa yang kami imani. Ketika kalian mau menyamakan cara kalian mengimani dengan cara kami beriman maka jelas berbeda. Walau sebenarnya aturan kita sama datangnya dari tuhan yang Esa Allah Subhana Wata'ala.

Kasus yang sedang ramai saat ini adalah penistaan terhadap kitab suci Al-Qur'an, walau satu ayat tapi itu sudah menistakan seluruhnya. Cukup berhenti sampai kasus ini saja, jangan sampai muncul kasus baru jika kasus ini tidak ditindak. Kemarin hukum Allah telah dilecehkan jika tidak ditindak hukum negeri ini artinya juga sudah diinjak-injak.

Cerdaslah dalam berpikir, berbicara, dan memutuskan. Kalian mungkin bisa berkilah dengan lidah jika semua itu hanya kesalahan semata, kekhilafan saja. Tapi apa kalian mampu berkilah dengam hati? Bukankah apa yang keluar dari lidah itu juga yang sebenarnya tertanam dalam hati, jadi cepat atau lambat, kini atau nanti semua akan terlihat.

Hati kita tidak mungkin menolak suatu kebenaran terlebih kebenaran tersebut datangnya dari Allah subhana wata'ala. Jangan sesekali mengingkarinya, jika tidak ingin batin tersiksa. Kami sudah memaafkan bila maaf itu benar-benar tulus, tapi maaf itu nampaknya hanya sandiwara. Maafkan hamba yang maha pemberi maaf, bila berprasangka buruk. Nampak terlihat dari kasus taman rusak, jika memang maaf itu tulus tidak perlu lagi bersandiwara dengan hal kecil yang dibesar-besarkan untuk menutupi hal besar dari demo tersebut untuk dikecil-kecilkan.

Apa maksud dari semua ini bukankah perbuatan tersebut untuk berkilah atau melarikan diri dari kasus yang sudah berjalan. Kebenaran itu akan tetap tegak walau badai sekencang apapun menerpa, dan untuk kalian yang masih mendukung atau sengaja mengorek-ngorek kamus sampah-sampah kata yang digunakan dan didaur ulang menjadi kalimat pembelaan atas kesalahan pada kasus penistaan, kalimat yang tepat hanya satu.

"Hati kalian tidak mungkin menolak sebuah kebenaran, sekalipun mulut kalian berbusa-busa menyusun kalimat untuk berkilah dari kebenaran tersebut."

Tidak ada komentar: