Jumat, 30 September 2016

Wajahmu Itu

Hei, hei melihat wajah mu
Ada kesepian yang menghujam
Betapa perihnya rongrongan hati yang terusir
Seringkali datang, berjuang kecil, lalu ditendang

Hei, hei wajahmu itu, menyesakkan hembusan nafas
Tiap kali bersua, mengapa denyut nadi tidak biasa?
Mendung hari ini bukan karena cuaca tapi engkau tertawa dengannya
Senyumanmu terlalu banyak engkau semai, buat banyak yang salah sangka

Hei, deruan pagi tidak berembun ini begitu sesak
Aku diibukota yang lega, kau tau betapa mewah dan bergairahnya kota?
Tapi aku lunglai di sekumpulan puntung rokok, Sampah jalanan,
Sesak memang, habis sudah kata-kata, hati sepi, berlari dengan deru kendaraan pagi

Senin, 26 September 2016

Buon compleanno il capitano TOTTI

Menyebut nama salah satu klub ibukota Italia, 'AS Roma' hanya ada satu nama yang akan terbersit dihati seluruh penggila bola hari ini Francesco Totti. Sang pangeran yang belum habis, terus memberikan konstribusi bagi kekasih hati yang tidak sekalipun ia selingkuhi selama 23 tahun bersama. Selamat ulang tahun pangeran Roma, walau mendapat kado pahit kekalahan dari Torino. Tapi 250 goal jadi sebuah pencapaian istimewa bagi sang pangeran itu menjadikannya pencetak terbanyak serie A dibawah silvio piola dengan 274 goal.

Tidak mudah bagi seorang pesepakbola bertahan pada satu klub sepanjang karirnya terlebih dengan menjaga stamina serta kualitas permainan yang membuat dia terus jadi pilihan utama. Totti melakukan itu, terbukti dengan beberapa goal yang dia hadiahkan dalam beberapa laga terakhir untuk memberikan rasa nyaman dihati para fans agar percaya jika pangerannya belum habis. Tapi usia perlahan tetap memaksa dia sedikit menurun, tidak lagi segarang dulu.

Ada yang menilai sang pangeran bodoh dan salah mengambil keputusan untuk terus bertahan di klub ibukota, saat florentino perez menyuguhkan cek kosong untuk memboyong Totti ke Real Madrid. Andai saat itu pindah mungkin berbagai gelar telah dia raih, tapi kesetiaan itulah yang termahal bagi siapapun. Tidak mudah jadi kekasih yang tidak sekalipun berpindah kelain hati. Kesetiaan itu juga yang menjadikannya pangeran dan legenda yang terus terkenang dihati para pecintanya sampai hari ini. Pertandingan Roma tanpa Totti seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan. Entah bagaimana cara mengakhiri cinta keduanya? Apakah semua siap menerima jika sang maestro yang jadi pahlawan kota Roma selama ini harus dihentikan oleh usianya sendiri. Bagaimana mengakhiri cinta ini? Apa fans Roma siap jika kisah cinta Francesco Totti dan Roma harus berakhir? Selamat ulang tahun Francesco Totti...

Rabu, 21 September 2016

Cara Melawan Kebencian Orang Lain

Seorang teman datang, kemudian kami duduk bersama. Berbicara banyak hal ditemani dengan berbagai canda-tawa. Sampai pada tema dimana suasana jadi serius tak ada lagi tawa,

"Hei kemarin ada yang ngomongin lu kaya gini, bla bla bla...." Gua menanggapi dingin meski sedikit terpancing. Memang gua butuh mendengar kritik orang lain disatu sisi orang lain terlalu keras dalam mengkritik membuat gua seringkali terpancing untuk meluapkan balik kritikan tersebut, dulu memang namun sekarang gua sudah berusaha untuk mengambil keputusan cerdas dari kritikan serta omongan dibelakang yang seringkali menghancurkan optimisme yang telah gua bangun.

Beberapa hal yang akan gua lakukan untuk membalas kritikan serta omongan buruk dibelakang,

Pertama, ketika berjumpa gua selalu memberikan senyuman termanis, wajah terakrab. Setiap perjumpaan gua lakukan hal tersebut agar mereka melakukan hal sama meskipun dalam sandiwara. Mudah-mudahan mereka lupa jika sedang bersandiwara baik ke gua, sehingga muncul kebaikan yang tulus.

Kedua, awalnya memang gua terpancing untuk marah namun sesaat setelahnya gua berpikir jika gua marah kemudian membongkar balik atau menebarkan kebencian serta mengajak lawan bicara untuk membencinya juga. Lalu apa bedanya gua dengan dia yang membenci gua mungkin juga membenci orang lain? Kalahkan kebencian mereka dengan prestasi terbaik. Gua terus membangun diri, merubah diri jadi lebih baik dan lebih baik. Bungkam mulut-mulut mereka dengan apa yang mereka takutkan, yaitu salah dalam menyampaikan keburukan kepada banyak orang. Perlahan jika kita sudah sukses mereka akan datang mengendap berpura lupa lalu menjilat. Kamu akan paham jika suatu saat mencapainya nanti, gua pernah melihat beberapa kejadian pada orang-orang sukses. Apa yang orang bilang jika benar maka gua harus insropeksi diri jika salah biarkan itu terhitung fitnah, yakinlah jika kebenaran akan terlihat jika tidak sekarang maka besok, tidak besok maka lusa.

Ketiga, jika memang omongan tersebut sudah benar-benar membuat gua gerah. Gua hanya perlu menghampiri si pembaca berita keburukan diri gua. Lalu berbicara empat mata permasahannya, maka yakin 100% dia akan jadi salah tingkah lalu pergi menjauh dari peredaran. Menjaga jarak karena rasa bersalahnya sampai waktu yang tidak ditentukan. Biarkan saja, gua tidak perlu meminta maaf telah membuat dia menjauh. Tapi dia tidak akan pernah minta maaf karena gengsi yang digenggam erat. Gengsilah yang menghancurkan diri. Maka benar kata Alm. Bob sadino, bergayalah sesuai isi kantong.

Keempat, acuhkan saja omongan mereka karena ketika kita menanggapinya berapa banyak waktu yang bisa kita gunakan untuk menggapai sebuah kesuksesan terbuang percuma meladeni mereka yang tidak penting. Biarkan mereka asyik dengan kedengkiannya, perlahan akan tenggelam pada kegagalan, penyesalan, kekecewaannya sendiri. Biarkan mereka berenang dalam lautan kata kebencian, disaat yang sama kita sedang meniti tangga yang melelahkan. Biarkan tetesan keringat menjawab lautan kata yang percuma.

Pada intinya mereka yang terlalu banyak membicarakan orang lain adalah mereka yang kurang aktivitas sehingga mengisi waktu luang dengan menebarkan kebencian. Salahnya disini, seharusnya waktu luangnya diisi dengan kebaikan sayangnya jika sekali terjebak hal itu akan menjadi candu asal tahu penyakit ini bisa saja menular. Waspadalah, tahan diri lalu berpikir cerdas.

Selasa, 20 September 2016

Ketika Orang Awam Bicara Politik

Gua cuma bertanya-tanya dalam hati siapa yang salah dalam perjalanan politik negeri ini? Kenapa beberapa tahun belakangan begitu banyak keputusan-keputusan orang-orang penting negeri ini yang mengganjal hati. Perekonomian kacau, gaya hidup semakin bergeser, manusia semakin jelas terlihat menentang tuhan, dan sebagainya. Gua cuma anak ingusan yang mungkin baru bisa melihat segala hal hanya dari sebelah mata, apalagi menatap dengan mata hati.

Hemat gua, pada zaman pak harto dulu media tidak bisa bicara banyak, jadi pencitraan juga tidak banyak, penipu rakyat juga tidak banyak! Pindah ke zaman pak habibie semua masih berjalan tidak berbeda, ketika ada pemimpin cerdas, bersih, dan beriman seluruh negeri ini gerah. Keangakaramurkaanlah yang harus berdiri tegak dinegeri ini maka diturunkanlah beliau yang seharusnya bisa membawa negara menjadi berkembang pesat dengan ide brilliannya yang luar biasa dengan bukti begitu banyak paten ilmu atas namanya dirinya. Memang timor leste lepas pada masanya tapi jika diberi kesempatan lebih negeri ini bisa jadi semakin disegani dunia dengan tekhnologi yang canggih.

Ulama jadi pemimpin siapa yang tidak terkagum-kagum, beliau tidak menawarkan citra diri sebagai dagangan politik namun rasa hormat dari santri serta orang-orang yang memang telah menanamkan kepercayaan padanya, karena dia memang memiliki kemampuan tersebut untuk membawa bangsa ini jadi lebih baik terlebih kebosanan dipimpin oleh orang-orang biasa tanpa tingkat religius yang tinggi. Zaman Gus dur,  jadi masa paling menyenangkan buat gua dan anak-anak SD lainnya, kita bisa sebulan penuh libur diramadhan sambil bermain petasan.

Pindah pada zaman ibu Mega Pemimpin wanita pertama di tanah air ini, dinegeri yang di merdekakan oleh ayahnya. Menurut sejarah yang berseliweran ke telinga anak ingusan ini, jika dia telah membuktikan perkataan Ayahnya, jika perjuangan Ayahnya tidak terlalu berat karena hanya mengusir penjajah dari negeri ini sedangkan tugas kita adalah mempertahankannya. Tapi sang putri yang luar biasa, ini telah mengecewakan ayahnya. Dia telah menggadaikan negeri pada bangsa lain, begitulah ayah-ibu gua bercerita tentangnya sedang dia masih tampak manis dalam permainan politik negeri gua hingga hari ini.

Berpindah pada bapak SBY, presiden pertama yang memiliki nama tersingkat hanya 3 huruf tapi bisa menggeser pesaingnya untuk memimpin negeri ini, bahkan dua periode. Kehebatan dalam penguasaan bahasa indonesia serta bahasa asing buat dirinya tampak begitu cerdas. Postur serta pernah jadi pembela tanah air, menunjukkan sebuah ketegasan, kekokohan, kekuatan yang hebat untuk menjadi seorang pemimpin yang harus mengendalikan negeri serumit ini. Gua mengagumi pak SBY sebagai seorang yang mampu menampilkan tatacara berbahasa yang baik dan benar. Kepuasan akan kinerja untuk rakyat telah terbukti dengan dua periode dia masih berada disana, jika bisa tiga periode gua masih akan memilih.

Entah mengapa gua merasa kehilangan identitas diri gua, batin gua berkata, batin gua tidak mampu melihat jika pada pemilu  kemarin ada pemimpin diantara mereka yang menjadi calon. Dalam hati gua hanya ada keragu-raguan yang buat gua meninggalkan itu, seperti kata nabi tinggalkanlah keragu-raguan. Meski ada sedikit sesal tidak menuruti himbauan ustadz gua untuk memilih mereka yang mudharatnya sedikit.

Tidak maksud menyalahkan siapapun, menjatuhkan siapapun. Gua hanya anak ingusan yang berusaha melihat sebuah kenyataan yang ada. Di masa inilah dimana media bisa bebas berekspresi sebebas-bebasnya tanpa batas bahkan berhasil mengendalikan ratusan juta penduduk negera gua. Bagai hipnotis, dia datang, mengagetkan kemudian mengendalikan itulah media kala itu. Opini bertebar dimana-mana, media yang seharusnya netral bahkan semua orang tahu, anak bodoh seperti gua juga paham jika media itu harus netral. Tapi tidaj pada masa ini dimana media digenggam oleh mereka yang berkuasa, kemudian mengendalikan opini-opini kebaikan masing-masing pemiliknya. Pencitraan merupakan gaya hidup baru setelah selfie merajalela kala instagram muncul. Kita semua dibuat narsis oleh media, kalau tidak salah narsisius merupakan seorang pria tampan yang menolak seluruh wanita dan terlalu mencintai dirinya. Begitulah manusia pada masa ini, selain terlalu narsis pada dunia media sosial mereka juga narsis dalam berpolitik begitu juga para pendukungnya. Makna pendukung itu orang yang menyokong karena suatu hal positif atau satu paham. Tapi sekarang pendukung itu telah bergeser menjadi sebuah kata yaitu pemuja. Kalau pendukung itu ketika pemimpinnya membuat sebuah kesalahan, mereka mungkin saja berpaling sedangkan pemuja mau bagaimanapun pemimpinnya seberapapun kesalahan itu dengan mati-matian akan terus membelanya.

Gua cuma anak ingusan yang tidak mengerti, sedang berusaha melihat kenyataan. Menurut cerita media, bagaimana bisa seorang yang pernah menghina orang lain kemudian dengan cepat sepaham kemudian berubah pendirian, menjadi pendamping setia. Lalu mempermasalahkan speaker masjid, sebagai bocah ingusan yang tidak memiliki ilmu agama se-wah gus dur, eh terlalu jauh ustadz di mushola rumah gua. Gua mengerti jika speaker masjid itu digunakan untuk memanggil orang beribadah, menyampaikan ilmu serta mengingatkan manusia untuk meninggalkan kemungkaran. Speaker masjid tidak dibungkam saja, mushola rumah gua hanya ramai di maghrib dan menyedihkan di waktu lainnya. Peserta pengajian sedapatnya saja, orang-orang acuh tak acuh pada suara yang berkumandang. Apalagi dibungkam maka semakin butalah hati-hati mereka, sempat mendengar adzan saja sudah lumayan bagi manusia-manusia agar mengingat tuhannya meski jelas banyak yang meninggalkan karena alasan kesibukan.

Tinggalkan keputusan speaker pemberitaan lain juga memberitakan jika sebelum menjabat gubernur bapak jokowi bercerita betapa sakitnya menjadi korban penggusuran. Tapi saat dia pergi meninggalkan jakarta jadi presiden, bapak Ahok dengan slogan antikorupsinya, membuka luka lama bapak jokowi. Bapak Ahok dengan tangan yang ringan meratakan berbagai tempat kumuh yang jika ditanyakan aspek sejarahnya beliau tidak paham. Ambisius yang hanya melihat kedepan akan membuat kita buta dengan sejarah masalalu dan cara berjuang membela negara layaknya pahlawan yang beri kebanggaan tanpa menimbulkan kebencian dihati-hati rakyat kecil.

Bapak jokowi juga pernah berkata jika beliau jadi presiden banjir jakarta akan mudah diatasi, tapi balaikota sendiri terendam air. Entah jabatan mana lagi yang harus direngkuh agar banjir hilang. Aliran venice yang indah sempat terlihat di ufuk mata gua saat datang kelokasi banjir kala masih jadi relawan. Andai bisa diolah seperti venice pada masa lalu, ciliwung adalah wisata yang akan menjadi pemasukan jakarta. Tapi itu hanya pikiran singkat seorang anak ingusan lupakan. Yunani memperindah pulau-pulau mereka bukan membuat pulau baru seperti di kota gua hari ini, entah seberapa banyak pulau dikepulauan seribu yang akan menjadi pemasukan bagi jakarta terabaikan tapi malah dibuat pulau baru. Inilah ambisius yang hanya melihat kedepan dan sedikit melawan tuhan.

Lalu dollar yang menanjak perlahan menjadi pesat, gua melihat sebuah cuplikan video yang beredar jika bapak jokowi meyakinkan kami beberapa waktu lalu jika bulan kala gua menyaksikan video itu ekonomi indonesia akan menanjak layaknya roket tapi kenyataannya saat gua menyaksikan video dibulan janji pak jokowi dolar sedang gagah, dan menyiksa ekonomi tanah air. Gua yang membantu abang gua berjualan handphone, jelas merasakan bagaimana penjualan seperti masa pak SBY jadi sebuah kemustahilan. Ada rasa kecewa, tapi gua tak ikut andil pada pemilu kala itu maka tak ada peran gua atas kegagalan ini. Tapi ada sesal gua karena ketidak berhasilan ekonomi jadi lebih baik.

Pada bulan ramadhan bagaimana sebuah kericuhan harus dibuat dikala hati-hati muslim sedang berbunga-bunga menyambut bulan suci, berbeda dengan politik yang penuh kepalsuan. Dibulan ini bagaiman sebuah janji benar-benar nyata, didunia saja jelas terlihat keberkahannya. Gua yang pernah lama berkecimpung sebagai anak yatim serta pengurus anak yatim mempunyai keyakinan besar akan keberkahan seperti janji Allah dalam Al-Qur'an. "Orang berpuasa harus menghormati yang tidak berpuasa." entah pelafalan kalimat yang salah atau beliau sedang mengantuk. Gua tidak menanggapi akan hal ini disaat semua orang seperti kebakaran jenggot mencacimaki. Beliau manusia biasa wajar salah, kecuali kesalahannya berkali-kali artinya ada kesengajaan. Kalimat itu disampaikan menteri yang menjabat pada masa bapak jokowi.

Gua juga mau bertanya apa bedanya antara bantaran ciliwung dengan pinggiran laut PIK dan pantai mutiara? Pada pelajaran PLKJ saat SD gua sudah diajarkan untuk tidak membuang sampah dikali dan tidak mendirikan bangunan di bantarannya. Apa karena PLKJ hanya membahas kali seolah laut tidak penting. Seolah membuang sampah dilaut lumrah sehingga tidak ada pencemaran lalu mendirikan bangunan ditepinya tidak menimbulkan masalah atau lain sebagainya. Mungkin gua yang belum mengerti tekhnologi yang digunakan mungkin berbeda. Kenapa bapak Ahok tidak menggunakan tekhnologi untuk PIK dibantaran ciliwung, sehingga tidak ada penggusuran yang menyakiti hati bapak jokowi.

Gua melihat berbagai kebencian sedang berperang di media sosial tapi entah mengapa media besar serempak memuja ketidakadilan. Gua yang anak ingusan yang tidak paham ini ingin bertanya dimana sikap netral mereka. Bahkan gua sering geli setiap stasiun tv seringkali lebih sering mengangkat pemberitaan tentang artis-artisnya saja yang diberitakan distasiun tv mereka dan mengabaikan yang lainnya. Kecuali benar-benar ada berita heboh dengan rating tinggi baru mereka serempak mengeruk uang darinya. Apa cuma gua yang awam ini saja yang memperhatikan jika kepala-kepala kita sedang dikendalikan layaknya sebuah hipnotis. Batin berkata tidak tapi tubuh terus mengiyakan, apa karena speaker yang dibungkam sehingga hati kita semakin hitam kelam sampai-sampai tidak sedikitpun mendengar kebenaran nyata. Mata kita juga hanya bisa melihat apa yang disuguhkan tanpa memejamkan mata sesaat untuk merenungkan kebenaran lalu mengingat tuhan. Hipnotis yang begitu kuat membuat sebuah sandiwara, layaknya uttaran ketika satu episode terlewat ada kecewa. Sandiwara negera gua begitu hebat bahkan sanggup mengatur isi-isi kepala manusianya.

Muncul sebuah ketakutan dalam diri gua, karena hati-hati kita seperti dibuat buta oleh sebuah pencitraan. Media suka tidak adil, hanya mengangkat bagian positif tentang pujaannya. Menanamkan secara paksa pemahamannya pada orang-orang tidak berdosa, pada masyarakat kecil yang hanya suka mengangguk saja. Apa cuma gua yang merasakan batin menolak tapi badan terbawa arus, kini sebisa mungkin gua berpegangan pada ranting-ranting kenyataan. Kasihannya orang kecil yang dibuat hanya angguk-angguk.

Gua seorang muslim yang tidak terlalu pintar bahkan masih sering terkuring pada dosa-dosa sebagai hamba. Tapi sering merasa miris ketika ada muslim-muslim yang terlalu berlebihan meluapkan amarah serta kekecewaannya pada pemimpin jakarta. Ajaran kita memang memerintahkan untuk memilih pemimpin yang seiman, tapi apa dengan kebencian dia akan turun justru kebencian membuat respect sebagian yang lain yang sama tidak setuju semakin bingung. Mereka yang tidak mendukung pemimpin jakarta mendapati muslim-muslim justru melakukan kesalahan yang meluapkan kebencian tanpa kontrol. Bukankah sebaiknya kita harus tenang, berpikir jernih. Jika tidak setuju mari bersatu, dukung mereka yang pantas, dukung mereka yang tepat sesuai aturan yang kita yakini. Bukankah bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Mereka menang karena bersatu yang buat mereka teguh.

Gua tidak berani juga menyalahkan media karena tidak semua salah. Tapi entah siapa yang buat skenario sehingga semua yang ada dinegara gua layaknya simalakama. Tidak ada yang benar tidak ada yang salah. Pada masa ini benar kata baginda nabi, ada masa dimana antara benar dan salah akan samar!

Meremehkan Hari, Menyepelekan Waktu

Apa kamu pernah pergi kehutan belantara, kemudian bingung arah dan tujuan. Terperangkap pada kebingungan, ketidaktahuan, kamu sedang tersesat. Sekeliling kamu hanya ada pepohonan yang tidak mungkin kamu bicara dengannya. Bagaimana rasanya seorang diri tersesat dalam hutan yang tidak menawarkan tujuan? Kalau kamu pernah! Ini yang sedang gua rasain saat hari pertama masuk kuliah. Kalau kamu bertanya kenapa gua membandingkan hari pertama kuliah dengan hutan belantara? Dimana kesamaannya?

Jelas ada satu kesamaan, dimana gua seperti tidak tahu kemana harus mengarah, pada siapa menyapa, rasa canggung, kesendirian tidak seorangpun yang gua kenal. Ini kali kedua gua merasakan hal yang sama, teman-teman gua sudah menyelesaikan perjuangan mereka dengan gelar S,kom dibelakang nama mereka, kemudian gua masih terkungkung didalam sisa-sisa kelalaian gua yang meremehkan hari, menyepelekan waktu. Gua harus menyelesaikan 4 mata kuliah disemester 9. Lho? Bukannya S1 itu cuma perlu 8 semester, ya lu bener! Tapi special buat gua harus 10 semester untuk sebuah gelar S,kom yang sedang gua usahakan.

Gua datang ke kampus untuk masuk pertama kali setelah dua minggu jadwal kuliah dimulai. Hujan deras menyertai perjalanan gua, ditengah jalan gua teringat jika kelas gua hari ini S3D, di gedung mana kelas tersebut? Tu...t, tu...t, tut
"Iya tra kenapa?" Gua menepi kemudian menelpon irul,

"S3D itu gedung apaan ya rul? Ntar gua udah sampe di gedong, dia di rancho lagi." Gua coba menanyakan pada Irul setengah berteriak dan terburu-buru jam sudah menunjukkan pukul 18.25, mata kuliah pertama dimulai pukul 18.30. Irul merupakan mantan ketua kelas yang paling faham tentang segala hal tentang kampus, dia yang menyokong kami selama hampir 4 tahun kuliah, terimakasih irul. Tidak banyak orang yang akan berterimakasih berkat bantuan lu? Mereka akan mudah lupa jika setiap waktu mereka bertanya tentang banyak hal selama 4 tahun namun lupa seketika setelah semua selesai yang sebenarnya selalu ada peran irul dalam setiap moment kelas yang terjadi. Gua akan berterimakasih dengan cara membuat sebuah tulisan tidak penting ini.

"Tra, ruang itu pakai nomor. Sedangkan kelas itu seperti yang lu sebutin tadi." Suara datar irul terdengar dari seberang, dia punya suara datar yang berwibawa penuh ketenangan. Berbanding terbalik dengan gua,

"Oh iya, bodohnya gua. Efek terlalu lama tidak pergi kekampus." Gua menepok jidat, kenapa gua begitu bodoh. Disepanjang jalan gua kembali terpikir bagaimana caranya mengetahui ruangan. Gua terus berpikir apa mungkin gua harus mendatangi satu persatu kelas. Dulu selalu ada irul yang memberi tahu ruangan baru kami secara detail. Sekarang dia sudah selesai dan menjadi sarjana, bagaimana caranya?

Sesampai dikampus hujan sudah reda gua mengarah ke receptionist,

"mbak saya mau tanya bagaimana ya caranya saya tahu ruangan?"

"memangnya mas mahasiswa yang baru masuk?" Tanya perempuan cantik receptionist dengan suara medog khas jawa tengah. Gua mengangguk,

"mas coba ke TU aja, nanti disana ada kok daftar ruangannya." solusi cerdas, otak gua sudah terlanjur buntu menghadapi dunia perkuliahan. Gua meneruskan semua ini hanya untuk sebuah gelar, untuk sebuah kebanggaan, sebuah tanggung jawab karena gua sudah menghabiskan banyak uang abang serta kakak ipar gua selama 4 tahun untuk hasil kini terbengkalai.

"Pak,  saya mau tanya ruangan." Pada seorang pria gemuk berkacamata. Orang TU rata-rata semua jutek buat gua segan untuk banyak bertanya, apa mereka harus begitu. Coba sedikit ramah pasti menyenangkan pelayanan mereka. Beban kerja atau apalah buat mereka jadi seperti itu,

"S3D, S1G,S7A,S7L." gua langsung menyebutkan nama kelas yang gua tuju,

"441,641,411,431." Gua mencatat nama ruangan kemudian setengah berlari menuju gedung 4 lantai 4 ruang 1, jam 19.00 berlalu, gua sudah telat.

"Benar ini mata kuliah kalkulus 1 ya?" Gua bertanya pada seorang gadis yang sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya.

"he-eh, eh bukan, kalkulus 3 ini." jawabnya. Gua salah berarti,

"Oke terimakasih." kemudian gua keluar kelas. Mengganti sendal jepit dengan sepatu karena hujan tadi. Gua kembali mengecek kertas jadwal lagi, ternyata memang kalkulus 3 di kelas S3D bukan kalkulus 1 besok baru kalkulus 1. Gua kembali masuk kelas,

"Oh iya ada nomor ketua kelasnya enggak buat tanya-tanya jadwal." Gua kembali bertanya pada gadis tadi.

"Boleh 0-8-2-x-xxxx-xxxx, namanya fidul." jawab gadis tersebut. Gua kembali berterimakah kemudian mencari kursi kosong bagian paling depan. Dosen belum datang, semua orang asyik bicara pada masing-masing temannya, sedang gua hanya duduk seorang diri dibangku bagian depan tanpa seorangpun menemani. Sepi ditengah keramaian, rasanya gua sedang berada disebuah hutan mereka hanya pepohonan sedang gua cuma bisa melirik sedikit kekiri dan kanan untuk melihatnya. Sekeliling begitu sepi. Gua mulai mengerti betapa penting teman-teman dikelas gua dulu, bersama mereka tidak kecanggunggan, tanpa mereka gua hanya sebuah butiran diantara yang lain.

Dosen datang, gua menghampirnya dosen muda untuk mata kuliah kalkulus 3,

"Bu saya ngulang di mata kuliah kalkulus 3," Gua langsung menyampaikan kehadiran gua dikelas ini.

"Nama kamu siapa?"

"Putra Afriansyah bu."

"Dosen sebelumnya siapa?"

"Siapa ya, lupa bu."

"Cewe atau cowo?"

"Mungkin cewe bu,"

"mungkin? yaudah oke kamu duduk aja." perintahnya, dosennya saja gua lupa. Disitu gua mulai terpikir betapa tidak seriusnya gua. Pelajaran dimulai sin, cos, tan, eksponen, dll apa ini gua tidak mencintai mata kuliah ini buat gua kesulitan menjalaninya. Gua berusaha membuka mata memperhatikan sejenak tapi apa ini? Hati sedikitpun tidak menyukai mata kuliah ini walaupun dosen kali ini rasanya lebih baik.

Sejam rasa seharian menunggu mata kuliah kalkulus 3 selesai. Gua memang tidak mencintai mata kuliah ini, jadi gua tidak memiliki kemampuan untuk berjuang menjadi bisa pada mata kuliah ini.

Akhirnya usai juga, selanjutnya adalah kelas S7A di ruang 411 untuk mata kuliah etika profesi, dimana gua mengikuti ujian susulan namun nilai tidak muncul. Ada rasa kecewa tapi mau bagaimana? Gua sudah berusaha menghubungi dosen, gua sudah berusaha mendatangi prodi, gua sudah berputar-putar dibuatnya kesana-kesini dengan hasil nihil. Entah siapa yang lalai? siapa yang salah? Kenyataannya gua harus mengulang mata kuliah tersebut hari ini.

Saat masuk kelas, dosen yang masih sama untuk mata kuliah yang sama. Gua kembali berjumpa dengan Bapak Ismaillah, dosen mata kuliah etika profesi disemester 7 yang lalu. Suatu kebetulan, sebelumnya gua terus menanyakan dikelas mana bapak ismaillah ditempatkan karena gua pasti lebih mudah mendapatkan nilai karena dia telah berjanji.

Perkuliahan dimulai mata gua malah tidak bisa berkompromi, gaya mengajar yang khas dari pak ismaillah ialah mengajak mahasiswa untuk berdiskusi serta saling lempar tanya kali ini temanya adalah filsafat etika. Mata tertutup, gua hanya mendengarkan materi secara samar-samar. Lelah rasanya, karena malam kemarin gua futsal sampai pukul 23:30, baru terlelap pada 01:00. Bangun pukul 5, ini hari pertama gua full buka pagi ada di counter. Wajar jika kantuk datang menyerang apalagi suasana mendukung.

"Kamu tampak lelah tadi." Sapa pak Ismaillah kala kami berjumpa diluar kelas usai mata kuliahnya.

"iya pak, enggak tau matanya ga bisa diajak kompromi."

"Pekerjaan kamu apa?" tanyanya lagi.

"Saya jaga counter pak,"

"usaha sendiri?" timpanya

"Alhamdulillah baru mulai pak."

"Artinya kamu tidak terlalu butuh nilai bagus untuk lulus bukan?" dia menebak, yang terpenting buat gua saat ini adalah lulus dan gelar sarjana itu saja. Gua mengangguk,

"Bagaimana kalau saya kasih kamu keringanan. Kamu boleh tidak hadir dimata kuliah saya agar kamu fokus kerja atau mengejar nilai mata kuliah lain syaratnya kamu harus dua presentasi sendiri dikelas. Sekali sebelum UTS, sekali setelah UTS bagaimana kamu berani?"  Gua mengangguk. Lumayan 11 pertemuan gua tidak perlu hadir. Boleh juga.

"Oke kamu punya whatsapp saya? Nanti saya kirim judul materi via whatsapp." Katanya lagi.

"Baiklah sehat dan sukses selalu putra." Diakhir pertemuan pak Ismaillah selalu mendoakan orang yang dia jumpai. Sebuah sikap positif, gua wajib menirunya.

Gua merapikan jaket, mengambil masker lalu ke parkiran. Menarik gas panjang untuk pulang.

Minggu, 18 September 2016

Nikah itu Mudah, Syarat Tambahan yang Menyulitkan

Besok hari libur, orang-orang akan bersiap untuk menyusun rencana weekend mereka. Membuat janji, mencari lokasi tujuan, dan persiapan lainnya. Sementara gua masih disini di warung pojok dengan segelas es susu teman terbaik untuk sore penat. Sales-sales masih ramai berkumpul di warung pojok, warung emak begitu kami menyapanya. Sejak kemarin gua berada dicawang, merapikan tempat yang akan dijadikan counter. Counter yang harusnya mulai beroperasi sejak tanggal 10 kemarin sampai tanggal 17 masih belum juga dimulai. Ada banyak uang yang terlewat, sedang tanggal 10 harus dibayar lagi.

Semua mulai berkumpul bang kipot, bang itur, bang olik, bang yud, gading, dan yang lainnya. Jika sudah kumpul maka tidak ada lain yang kami lakukan. Colokan panjang sudah dibawa, laptop sudah dibawa, stick ps juga sudah dibawa. Semua siap,

"Gelar-gelar jangan kelamaan." Bang kipot membuka pembicaraan sore ini ditengah, orang-orang yang sedang asyik dengan gadget mereka. Sales yang masih ramai buat kami bergeser ke bagian bawah warung tempat para calon TKI ngekost menunggu jadwal berangkat.

"yaudah ayo, ding pasang ding. Kita mulai langsung." Gua menyuruh gading menyambungkan colokan kedalam kamar kost untuk mendapatkan aliran listrik. Kami duduk pada tempat yang menampung tiga orang. Gua mengambil posisi untuk memulai pertarungan ini. Real Madrid dengan Ronaldonya ada klub favorit gua ketika main PS, bang kipot dengan PSG nya. Pertarungan sengit dengan sedikit psywar, gua kalah pada masa injury time. Mau tak mau gua harus bergeser meninggalkan singgasana kemudian bang olik mengisinya.

Malam menjelang teman-teman yang lain datang, bang Black yang lama tidak ada kabar muncul lagi dengan dandanan berbeda, keren abis. Tidak berapa lama, ada kawan yang lebih lama lagi tidak berjumpa. Bang Alung dia datang dari lombok lama sekali kami berpisah. Terakhir gua berjumpa saat berangkat ke lombok tahun pertengahan 2012 sedang kini sudah akhir 2016, empat tahun sudah gua tidak bertemu dan lebih 6 tahun kawan-kawan lain tidak berjumpa. Syem, ael, bang ahur, awi, bang enal dan yang lain perlahan merapat. Semakin malam semakin ramai, kami hampir lengkap. Jika semua sudah berkumpul bisa jadi ini reuni akbar.

"Gelar-gelar, sambil nunggu." Bang Itur membuka pembicaraan sekembalinya dia dari warung membeli kartu gaplek. Kali ini ada pemain baru yang mengisi posisi panas panggung gaplek kami, perkenalkan ini dia Bapak pemilik warung. Bapak yang sudah berusia 60 tahunan, denga rambut dan kumis putih. Posisi lainnya disini bang Yud dan Gua sendiri, kami memulai permainan yang berleha-leha dengan waktu. Gua sudah selesai shalat isya jika tidak sampai malam nanti kami tak akan sempat untuk shalat jika sudah duduk ditempat ini.

Bapak warung luar biasa hampir selalu dia yang menang dalam permainan malam ini. Sesekali gua mengisi posisi pemenang, kadang juga jadi pembagi kartu. Sampai pukul 10 bapak main kartu kemudian posisinya digantikan oleh ael,

"pakai helm ya, yang kalah pakai helm biar ada rasanya." bang Yud menantang kami, Bang enal asyik dengan stick ps ditangannya. Jika sudah berjumpa stick sejak bujang hingga saat kini sudah hampir punya anak dua, dia selalu bersemangat. Syem bersama bang Alung dan lainnya sedang bernostalgia tidak selalu mereka ada disini, seramai ini. Pekerjaan juga rumah yang berjauhan buat kami tidak seperti dulu lagi tiap hari bersama.

Bang awid rencana akan datang malam ini dengan proyektor buat nobar bigmatch chelsea lawan liverpool. Sejak tadi katanya OTW tapi sampai jam segini belum muncul juga. Dia pasti belajar dari bang kipot buat janji tapi selalu datang telat. Kami melanjutkan lagi permainan serta ngobrol ngalur-ngidul diwarung yang sudah tutup. Ael baru saja wisuda dia mengeluarkan uang selembar lalu. Menyuruh gading yang sedang menganggur untuk beli martabak, teh, dan kopi untuk menemani malam kami.

Gading sampai bersamaan dengan kak awid yang menggunakan Grab untuk sampai ke pojok. Waktu sudah hampir pagi, sahel dan afwan sudah menyiapkan tv tabung untuk disambungkan ke nextmedia dan ditampilkan ke proyektor nanti. Sayangnya saat akan dicoba ternyata colokan penghubung tv sudah rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Jadilah kak awid mencari cara agar rencana nobar tetap berlanjut karena pertandingan akan segera dimulai. Kebetulan kak awid ada bolt yang digunakan untuk streaming pertandingan. Berhasil pertandingan juga sudah dimulai, pertandingan berjalan dengan sengit ael yang fans liverpool begitu berkobar. Apalagi kala lovren membawa liverpool unggul. Sayangnya ditengah babak kuota abis, gua jual pulsa coba mengirim pulsa bolt kak awid tapi jaringan kurang bagus. Akhirnya gua rebahan dibangku warung. Bang olik sudah lelap lebih dulu begitu juga dengan ael. Gua juga terlelap!! Selamat malam jakarta.

Tidur asal-asalan malam tadi buat gua tidak puas, mata masih menahan kantuk namun pukul 05:00 warung sudah mulai buka. Gua dan yang lainnya numpang subuh dikamar emak, kemudian kami kembali duduk dimeja yang sudah dirapikan. Pesan teh, susu, kopi pagi ini emak berbaik hati menyajikan pisang goreng dan singkong untuk kami. Lumayan menjadi teman pagi, pukul 07:00 gua pergi ke asrama untuk numpang tidur. Kantuk yang datang langsung melelapkan gua saat tubuh baru saja rebah dikasur.

"Jadi ke depok kaga lu, ayo jalan sekarang. Afwan udah jalan tuh." Bang Itur datang membangunkan gua.

Waktu pukul 10:30, gua sudah janji pada temon akan hadir pada pernikahan dia. Nikah! Nikah! Nikah! Bahasan diatas sebelumnya sebenarnya tidak penting tapi teman-teman gua seluruhnya adalah yang terpenting. Bahasan tentang pernikahan adalah point penting dalam tulisan gua kali ini.  Gua memang belum terlalu tua tapi kata nikah cepat sekali menanjap dihati. Hampir semua teman seangkatan di SMK sudah menikah. Kali ini temon memecahkan rekor sebagai teman sekelas laki-laki pertama yang menikah. Padahal dulu dia paling kecil juga masih muda, tak pernah berkoar tentang pernikahan. Lebih terlihat hanya bermain-main pada cinta, tapi jodoh itu siapa yang tahu.

Lebaran kemarin gua berjumpa dengan andika yang mengeluarkan biaya pernikahan yang cukup besar untuk melangsungkan pernikahan. Tapi setelah menikah baru dia menyadari walau tidak menyesali akan acara yang terlalu meriah pada pernikahannya.

"Satu hal penting sebelum nikah, kau harus mempersiapkan hal-hal kecil dulu untuk hidupmu setelah pernikahan. Sebab apa, yang dulu aku kira mudah macam perkakas rumah dan lain-lain itu ternyata setelah menikah menyiapkan semua itu jadi terasa berat. Sekarang nih liat aku, kesulitan menyiapkannya. Pesan aku pada kau, kalau menikah jangan terlalu mewah juga, kalau memang mau mewah siapkan saja hal-hal sepele untuk hidup setelah pernikahan." Pesan andhika pada gua dengan gayanya yang tegap dan bijak seperti para politikus. Dia memang seorang kawab yang hebat dalam berorganisasi sejak SMP sampai perguruan tinggi selalu jadi ketua organisasi di tempatnya berada. Kini dia masih menjadi orang penting untuk organisasi pemuda sebatan F2U, organisasi bagi pemuda yang melakukan banyak kegiatan sosial untuk bencana dan sebagainya.

"nikah itu ga perlu mahal, kalau yakin dan ada jodohnya nikah aja. Kalau nunggu supaya bisa bikin mewah gajadi-jadi ntar nikahnya. Rejeki itukan bakal dikalilipatkan setelah nikah." Pesan bang Yud kala kami dalam perjalanan ke Sumedang.

Banyak sekali sebenarnya wejangan dari orang-orang tentang pernikahan namun dikepala gua terus saja menekankan sebuah pernyataan,

'lu harus punya rumah dulu, punya usaha yang bisa menyokong ekonomi keluarga, bila perlu punya mobil sebagai kendaraan keluarga nanti baru lu nikah. Emang lu mau liat anak-istri lu ntar susah. Jangan sampai mereka kayak lu, hidup susah.' bisikan ini terus terngiang setiap kali memikirkan sebuah pernikahan. Mungkin karena pemikiran yang seperti inilah yang buat gua terus-terusan gagal menjalin percintaan. Hati gua sebenarnya cuma ingin mengenal satu wanita kemudian langsung menikah tapi, perjalanan telah buat gua terjebak untuk mudah jatuh hati lalu pergi atau ditinggalkan. Layaknya lagu The Rain gua jadi terlatih patah hati.

Setelah mandi dan bersiap, hari ini gua terpaksa salah kostum datang ke pernikahan temon. Batik atau kemeja gua lupa bawa, jadi gua datang hanya dengan kaos reglan yang gua buat bersama teman-teman warung pojok. Sesampai di tanjung lengkong dengan sedikit mencari gua sampai ke lokasi pernikahan temon. Sampai di pagar ayu, banyak orang yang datang tapi kenapa buku tamu belum terisi. Gua jadi orang pertama yang mengisi buku tamu.

Dipelaminan belum ada temon ataupun istrinya, gua memperhatikan sekeliling. Banyak orang sedang menyantap hidangan.

"Woy ngapain lu pagi-pagi amat dateng kemari." Seorang pria dengan wajah baby face menyapa gua dari belakang. Mungkin karena menatap gua yang seperti sedang mencari sesuatu.

"Lah ngapain lu disini bukannya keatas, gua cariin juga lu." Si pemilik hajatan ternyata belum naik ke pelaminan.

"duduk depan situ aja, ayo duduk situ aja. Gua baru selesai ini. Makan dulu ayo nyendok ndiri dah. Duduk situ aja." Temon menarik tangan gua. Ada beberapa tatapan dari tamu lainnya mungki karena melihat gua yang terlalu santai datang ke pernikahan temon. Hari ini dia tampak gagah dengan pakaian adat jawa serta keris dipinggang. Gua belum sempat membayangkan jika suatu saat akan tampil demikian. Target yang gua canangkan dalam kepala belum juga tercapai, jadi bayangan pernikahan belum tampak juga.

"rajin banget lu jam segini udah sampe aja. Acaranya kan belum dimulai. " sambung temon lagi.

"Iya mon gua mau balik ke depok jadi gua dateng awal aja biar bisa balik cepet. Lah itu rame undangan, tapi kenapa buku tamu kagak ada yang ngisi. " sudah beberapa hari gua belum pulang.

"itu keluarga semua mad, undangan belum pada dateng. Lu orang pertama yang ngisi buku. " gua mengangguk, salah kostum buat gua risih, memperhatikan sekeliling lalu risih lagi.

"jadi terpukul gua mon dateng ke nikahan lu.' Sambil tertawa gua sampaikan.

"Kenapa emangnya mad?" Tanya temon dengan ciri khasnya yang selalu tersenyum sambil bicara.

"Jelaslah, dulukan! lu paling kecil, paling muda, gonta-ganti cewek mulu lagi. Bikin ga percaya aja lu malah ngeduluin yang laen." Setengah nada kesal, setengah bercanda. Tapi sedikit serius gua bergumam.

"Jodohnya udah dapet mad." Anak ini selalu tampil cool, seperti penyanyi favoritnya bondan prakoso, menariknya lagi wajah serta postur tubuh juga mirip.
Gua dipanggil mamad ketika SMK ini semua karena iwe, dia yang pertama kali memanggil gua dengan nama mamad.

"iyan, diatas kamu. Tamu udah pada dateng. " Salah seorang anggota keluarga mengingatkan temon yang asyik bicara dengan gua, benar juga. Pengantin malah dibawah,

"Oke mon gua mau balik juga selamat ya. Teh selamat ya. " Gua menyalami temon serta istrinya kemudian berpaling. Gua harus mengejar cita-cita gua untuk sebuah pernikahan nanti. Semoga gua berhasil, padahal syarat nikah tidak pernah memberatkan gua hanya saja target pribadi memaksa gua.

Gua akan menikah pada waktu dan jodoh yang tepat, membina rumah tangga yang menuntun gua ke syurga. Gua tidak ingin keluarga menderita, menderita karena harga menderita karena ketidaktahuan akan pemahaman agama. Gua harus memperbaiki keduanya. Menikah mudah, menjalani kehidupan selepas pernikahanlah episode sebenarnya. Gas motor gua kencangkan lagi kembali ke asrama untuk melanjutkan tidur bersantai sekedar menunggu kedatangan adji yang membawa motor untuk pulang ke depok.

Senin, 12 September 2016

Hobby Kami, Kekeluargaan!

Selesai shalat Idul Adha, gua kembali ke kios bersama Adji. Hari ini tugas gua menunggui kios yang tutup karena semua orang yang ada ditoko ingin pergi berlibur. Gua sudah terlalu sering berlibur kini saatnya gantian memberi kesempatan yang lain. Mama, abang, kakak, kakak ipar, serta dua orang lainnya berangkat jalan-jalan ke masjid kubah mas yang dulu sempat booming di indonesia. Mereka berangkat setelah shalat ied, gua sudah berencana untuk tidur seharin karena sejak shalat tadi mata berat sekali.

Selesai sarapan gua menghamparkan kasur, menyetel musik di handphone lalu lelap. Kemarin sejak pagi gua datang ke rumah Kak Awi, tempat teman-teman jakarta kumpul. Kami main PS sejak pagi, saat gua datang dengan rusuh  buat mereka tidak tidur lagi. Afwan, gading, kak saturi, kak wahyudi, kak Kholik, kini adji juga ikut. Kami main PS, sisanya mengeluarkan lagi sisa kartu gaplek semalam untuk digelar lagi. Bagi yang kalah gaplek, hukumannya harus minum segelas kecil air putih. Ketika pertandingan PS antara kak Kholik dan Gading ada sebuah perseteruan besar diantara mereka. Sepanjang laga psywar terus dilakukan, yang kalah harus cium tangan lalu diabadikan.

Gading kalah dengan score telak, 6-3 membuat gading mencium tangan kak Kholik 3 kali gua mengabadikan dalam bentuk video. Gading yang tidak terima akhirnya enggan bergeser dari tempat duduknya tidak sesuai aturan. Dia ingin balas kekalahannya,

"Ayo lagi, yang kalah cium tangan dikali 2 ya dari selisih goal cium tangannya." Tantang Gading dengan logat lombok yang masih melekat, kami yang sedang menyaksikan mereka riuh sambil berteriak ayo lagi, lagi, lagi. Kak Kholik terpancing, mereka bertanding ulang, sepanjang laga gading terus memanas-manasi kak Kholik. Gading adalah salah satu calon TKI yang akan berangkat ke Saudi. Sebenarnya di Kost Afwan ada puluhan TKI, tapi hanya beberapa orang yang bisa akrab dengan kami sehingga kemana kami pergi, dia selalu diajak untuk bergabung. Dulu ada bang umar, mahfudz mereka sudah berangkat beberapa hari yang lalu ada Tony yang sudah berangkat juga. Dia kini sering share photo suasana di Mekkah, untuk beberapa yang akrab dengan kami komunikasi terus berlanjut walau mereka telah pindah ke saudi. Sekarang tinggal Gading calon TKI yang masih akrab dengan kami, yang lain sudah berangkat.

Kak Kholik akhirnya kalah, sesuai aturan. Gading dengan bangganya menyerahkan tangannya pada kak kholik. Kak wahyudi dan Kak saturi mengabadikan moment tersebut kemudian share ke grup whatsapp kami. Kami semua tertawa melihat kak Kholik termakan oleh ajakan Gading yang kini buat dia harus menerima kekalahan memalukan.

"mbon, masa lu kalah sama TKI. Biar gua balasin mbon. Gua otw mbon." Bang Topik yang sedang mengurusi proyek kambing qurban disekitaran depok melihat photo tersebut terpancing untuk merapat.

"masak nasi dulu, nanti beli lauk buat makan." Saran kak Awi yang baru bangkit dari singgasananya. Afwan yang paling muda di antara kami langsung ditugaskan masak nasi. Gua dan kak Awi mengisi posisi PS yang kosong, beberapa pertandingan berlalu. Suara motor terdengar, kak Kholik dengan iseng mengunci pintu karena tahu orang paling berisik dan paling lucu diantara kami datang siapa lagi jika bukan bang Topik. Manusia terbocor diantara kami, karena mulutnya seperti tidak disaring. Tapi siapapun yang mengenalnya akan cuek saja dengan tabiatnya malah tertawa menyaksikan ocehan-ocehannya. Hebatnya dia, dia tidak pernah bersandiwara didepan siapapun untuk dinilai baik. Dia tetap menjadi dirinya dihadapan siapapun.

Pintu akhirnya dibuka, kuncian tadi hanya bagian dari canda kami.

"mbon, mbon mana tadi yang ngalahin lu. Sini biar gua bantai. Gua ajarin caranya main mbon." Ujar bang Topik dengan suara berisik yang khas. Kami tertawa, ambon adalah panggilan baru untuk Kak Kholik dari bang Topik yang memang berkulit gelap padahal aslinya dia dari kalimantan.

"Ding, gading. Gua lupa rescucer belum gua cetekin. Tolong turunan kaga mateng nanti." Sudah 15 menit berlalu, afwan ternyata lupa bagaimana bisa jadi nasi? Kami menyoraki wawan atas keteledorannya. Wawan diam saja. Gua masih asyik main dengan kak Awi,

"Bang, bang." Panggil istri kak Awi.

"Iya sebentar lagi main." Kak Awi sudah menikah,

"Ini gimana nasinya mau mateng, yang dimasak apa yang dicolok apa?" Afwan langsung lari ke dapur, suasana semakin riuh. Semakin ramai, ditambah lagi kehadiran bang Topik afwan habis di bully. Gua cuma jadi tim tertawa. Dasar afwan ada saja kelakuannya yang buat dia disalahkan, gading juga yang sudah menurunkan pengatur rescucer tidak menyadarinya hanya sekedar menurunkan.

Waktu sudah siang, hari ini gua ada jadwal ke cibinong untuk mengantar handphone service yang rusak parah dan sulit dikerjakan. Di cibinong mereka semua adalah master handphone, yang terpenting mau berbagi rejeki karena memberi harga bersahabat yang masih memberi kami keuntungan. Gua pulang ke kios menyiapkan semuanya, terpaksa harus meninggalkan kumpul-kumpul weekend ini.

Beberap jam ditoko, hingga zuhur selesai gua kembali ke rumah kak Awi. Saat datang lauk masakan padang sudah tersedia layaknya prasmanan. Kebetulan gua belum makan, nasi juga sudah matang. Afwan membuat es teh manis, buat menu siang ini begitu menggugah. Kebersamaan ini yang buat makan siang ini akan terasa 10x lebih nikmat. Kami membagi rata nasi kemudian menuangkan sayur serta lalap ke piring masing-masing, lauk ayam serta ikan tetap lada tempatnya mengambilnya dengan cara mencomot. Kenyangnya! Gua langsung memberi tawaran adji mau ikut gua atau tetap disini. Dia memilih untuk ikut. Kami berangkat dalam suasana terik.

Belasan servicesan gua letakkan, kemudian mencari beberapa pesanan barang untuk counter abang. Seperti biasa gua menuju masjid dilantai paling atas untuk shalat ashar, kemudian merebahkan tubuh disisi belakang masjid sambil menunggu. Adji langsung lelap, gua asyik dengan blog untuk melanjutkan tulisan-tulisan tidak penting ini tapi berharga sebagai kenangan masa muda gua.

Sampai adzan maghrib berkumandang, kami kembali berjamaah kemudian turun ke lantai bawah menuju tempat service.

"Dua lagi ya." Ucap bang Wendy, humas tempat service ini. Gua mengangguk adji tampak resah.

"Kenapa lu?" tanya gua.

"Sempet kaga ini futsal?" tanyanya balik.

"Sempet, ini baru jam setengah tujuh. Kesana paling sejam." hanya beberapa handphone yang selesai satu barang harus ditinggal karena kesulitan tinggi. Kami bergegas pada kondisi jalan yang becek karena tersapu hujan tadi.

Selesai meletakkan servicesan gua mengambil pakaian futsal serta sepatu lalu bergegas ke kalimalang. Sejam perjalanan kami sampai, baru ada ghofar si penggemar MU yang harus patah hati semalam karena harus mengakui kekalahan dari klub sekota man city yang kini ditangani Pep Guardiola pelatih dengan segudang trophy hanya dalam beberapa tahun masa kepelatihan, kemenangan itu juga buat city jadi peraih point sempurna tanpa kekalahan. Kami harus menunggu,

Pelan tapi pasti perlahan semua datang, kevin menyusul diikuti bang Sahuri, boleh dibilang dia kapten kami di tim futsal. Lalu afwan dan kak Kholik yang dari depok juga. Nanang datang bersama, pacarnya! tumben! Lalu fahad, teman arab kami yang bertubuh raksasa, Fadil salah satu mahasiswa UNJ anak dari Ustadz petinggi pesantren kami, lalu beberapa teman fadil. Kami berjumlah 13 orang, termasuk sedikit. Biasanya kami bisa membentuk 4 atau 5 tim, dengan aturan setiap 2 goal ganti, bagi tim yang 3 kali menang juga harus diganti.

Malam ini gua kalah terus, fahad dan teman-temannya bermain baik, mereka kuat dan punya fisik mumpuni beda dengan gua dan yang lain kurus kering kurang gizi. Satu jam berlalu permainan selesai,

"minggu depan dapat bonus sejam ya. Jadi semua harus dateng kita maen dua jam." Bang Sahuri memberi informasi, setiap 10 jam kwitansi bisa kami tukarkan dengan satu jam gratisan. Waktu menunjukkan pukul 21:30, gua menelpon ke kios. Jawaban menyebalkan dari si pengangkat buat gua malas pulang. Gua dan adji pergi ke pesantren di cipinang cempedak tempat kami dulu mengeyam pendidikan SMP untuk numpang tidur. Tadinya kami hendak tidur di Guest House, berhubung ada tamu lain panitia qurban idul adha besok kami harus bergeser ke kantor Pesantren. Sofa menjadi kasur kami malam ini, gua menyetel alarm pukul 04:10 agar bisa kembali ke depok pagi untuk shalat ied.

Nyamuk malam ini buat gua tidak bisa tidur nyenyak, kipas tidak sanggup menghalau nyamuk yang datang. Gua kewalahan, menghadapi nyamuk-nyamuk. Buat gua cuma tidur ayam saja, selamat malam jakarta!!

Jumat, 09 September 2016

Sesal karena Kecewa

Gelas kaca yang pecah bila disusun kembali tidak akan kembali seperti semula, seberapa canggih dan hebatpun tekhnologi tidak akan mampu mengembalikan waktu. Setiap kali membicarakan waktu adalah sesuatu yang tidak mungkin diulang lagi. Pada waktu itu ada satu kata yang mengiringi kegagalan yaitu sesal yang tersisip pada setiap harapan atau keinginan yang tidak tergapai.

Setelah semua berlalu baru gua menyadari obat yang pernah gua minum selama sembilan bulan tidaklah terasa pahit, atau pare yang gua jadikan lalap tidak terlalu pahit. Tapi belakangan ini entah mengapa rasa pahit kerap melekat dilidah dan dihati gua. Iri atau penyesalan, hampir semua teman-teman gua sudah selesai sidang dan sebentar lagi mereka akan wisuda. Media sosial semakin membully gua dengan menampilkan hampir seluruh kegiatan teman-teman, foto sidang dan captionnya membuat gua harus menelan pil pahit dari sebuah keteledoran diri.

Baiklah mungkin gua terlalu banyak menyalahkan segala sesuatu, berawal dari sebuah kekecewaan pada semester 4. Pada waktu itu, gua sudah bayar full untuk semua iuran kampus sampai biaya ujian dan lain-lainnya. Pada hari pertama ujian gua datang dengan kondisi badan yang sudah lunglai, sebelum ujian seluruh badan sakit dan pada hari ujian gua benar-benar tidak sanggup lagi melanjutkan.

Hari kedua ujian dan seterusnya gua tidak lagi sanggup melanjutkan karena tubuh sudah tidak sanggup lagi menahan beban sakit yang gua derita. Ya gua sakit TB, badan kurus,  nafsu makan hilang, lemas, gua tidak mampu berbuat apa-apa lagi hingga beberapa bulan kedepan. Bahkan untuk ujian susulan juga gua tak bisa mengikuti. Ketika gua menanyakan solusi jawabannya adalah mengulang di semester genap selanjutnya. Gua sudah bayar, tepat dihari ujian pula badan tak bisa melanjutkan ujian. Ini hanya salah satu sesal gua.

Sesal kedua, sejak pertama masuk di jurusan TI gua sudah salah persepsi tentang dunia TI. Pengetahuan akan jurusan ini membuat gua terjebak, bukan tanpa usaha untuk lari dari jurusan ini gua sudah mencoba bukan sekali tapi berkali-kali.

Pada semester 2, munif sahabat gua sudah lebih dulu meninggalkan jurusan ini, dia pindah ke universitas pakuan mengambil jurusan sastra jepang yang memang jatidirinya. Gua sudah menyusun rencana pindah, dua minggu sebelum ujian pindah jurusan gua mengurus semua persyaratan untuk mendapatkan kartu ujian. Sambil mengurus kartu tersebut gua coba mengajak Gani untuk ikut pindah jurusan. Tapi nampaknya Gani tidak yakin dengan ide gua, bersama munif gua coba meracuni dia untuk pindah jurusan.

"mau jadi apa lu nyuk, di TI. Paham juga enggak. Coba lu pikiran nanti kalau lulus jadi apa lu? Install laptop aja gabisa." dengan setengah canda Munif memancing Gani untuk pindah.

"iya mau jadi apa lu? Udah pindah aja bareng gua. Gua mau ke bahasa indonesia, lu cari dah jurusan yang cocok."  Gua menimpali untuk menguatkan opini Munif.

Gani hanya terdiam menghadap langit-langit seperti sedang memikirkan sesuatu. Gua dan munif sama memandangi langit-langit sambil telentang diatas sebuah dipan tempat kami biasa berbaring dikamar Munif.

Berkali-kali gua datang ke kampus untuk mengurus syarat-syarat ada saja yang kurang.

"mas harus ambil KHS dulu, nanti minta tanda tangan pak Adi. Setelah itu baru ambil kartu ujian." Ujar bagian TU saat itu. Gua coba menanyakan ke BAAK tentang KHS,

"KHS belum keluar mas, nanti akhir bulan baru keluar. Kan baru selesai ujian." Ini jawaban yang gua dapat dari BAAK, lalu gua harus bagaimana?

"printkan saja sedapatnya pak, TU nyuruh saya gitu." Dapatlah gua KHS yang hanya berisi nilai semester pertama. Ketika ingin menemui pak Adi untuk mendapatkan tanda tangan kata, jumat baru beliau ada di kampus. Sedangkan hari ini, hari rabu. Oke gua siap menunggu.

Jumat gua kembali ke kampus untuk mendapatkan tanda tangan pak Adi, tapi yang berhasil gua temui bu Mei,

"kamu buat apa?" Tanya bu Mei.

"Saya mau ambil kartu ujian untuk pindah jurusan. Katanya TU ini syaratnya. " jawab gua

"Bagaimana kamu mau ambil kartu, sekarang saja ujian sudah berlangsung." jawab bu Mei

"lalu saya harus bagaimana!?" Gua kembali bertanya

"kamu coba saja kamu ke kampus gedong, temui pak Adi disana. Siapa tahu bisa." solusi bu Mei, secepat mungkin gua menarik gas untuk ke gedong. Gua berhasil menemui pak Adi.

"Permisi pak, saya mau pindah jurusan tapi belum punya kartu ujian sedangkan ujian sudah berlangsung. Saya tadi disarankan menemui pak Adi untuk cari solusi." Gua langsung to the point pada masalahnya.

"sudah tidak bisa. Sekalipun kamu anak saya, saya tetap tidak bisa bantu karena aturan kampus tidak mungkin bisa ditembus." Ini pertama kali gua menemui pak Adi, Prodi TI pembawaannya begitu tenang.

"memangnya kenapa kamu bisa tidak dapat kartu ujian?" Tanya pak Adi menunjukkan jiwa pemimpinnya dengan sedikit perhatian.

"Dari TU saya disuruh menyiapkan berkas-berkas seperti mahasiswa baru, ijazah, skck, KHS. Nah KHS ini saya katanya disuruh minta tanda tangan pak Adi dulu. KHS ini yang buat saya terlambat." Gua jawab sesuai kenyataan yang ada.

"buat apa kamu KHS, nilai juga belum keluarkan. Sebenarnya kamu cuma perlu nyerahin beberapa persyaratan lalu ambil kartu ujian. Siapa yang nyuruh kamu menyiapkan semua itu?" Bersamaan dengan pertanyaan pak Adi tersebut, sipenjaga TU yang menyibukkan gua dengan berkas tak penting itu lewat dibelakang kami. Gua melirik dia dibalas dengan wajah bersalahnya, pria itu berpaling. Gua juga tak ingin memperpanjang masalah ini, sambil menghadap pria itu gua menjawab dengan nada yang cukup tinggi.

"ada pak orangnya, saya lupa. Gara-gara dia saya jadi gagal pindah jurusan."

"yasudah kalau begitu kamu semester depan aja pindahnya, semester 4 masih sempat ko. Sabar setahun ya. Jalanin aja dulu." Penuh kecewa gua mengangguk dengan masih memberikan mata kecaman pada pria penjaga TU sambil berlalu dihadapannya.

Setelah itu gua pergi ke rumah munif, tidur-tiduran sambil bercerita tentang kegagalan gua untuk pindah jurusan. Mata gua memandang ke langit-langit gua harus bersabar setahun lagi.

"nyuk lu dimana, ayo ujian pindah jurusan gua ujian jam setengah dua nih. Lu dimana? " Whatapps dari Gani, bukankah dia tidak tertarik pindah jurusan? Kenapa tiba-tiba ngirim message seperti ini.

"gua dirumah muncang nyuk. Gua gajadi nyuk, gua gadapet kartu ujian nyuk." Balasan whatapps gua hanya diread tanpa dibalas.

Selesai shalat jumat, gua duduk-duduk diteras rumah  Munif. Masih dengan sedikit kekecewaan, sebuah motor beat masuk ke halaman rumah.

"ayo ujian nyuk, gua masuk jam setengah dua. Setengah jam lagi nih." Tanpa melepas helm dan masker Gani kembali mengajak gua dengan terburu-buru.

"gua gadapet kartu ujian nyuk, gua udah ngurus tapi gadapet."

"ee, gua cuma dua hari ngurus ama away selesai. Ayo cepet jangan becanda, lu yang maksa gua buat pindah sekarang masa lu yang ga pindah? " Gani masih belum percaya.

"Tanya muncang, gua udah coba ngurus tapi gadapet nyuk. Gua gagal pindah nyuk."

"iya nyuk dia gajadi pindah, disuruh nunggu semester 4 dia nyuk." Munif menimpali untuk meyakinkan Gani jika gua memang tidak jadi pindah jurusan.

"t*i lu nyuk, lu yang bikin gua mau pindah jurusan, lu yang ga pindah. Gua udah bela-belain ngurusin buru-buru dua hari biar bisa pindah. Bang*#@ #@#@@#@#@# *#@##*###" Gani memaki-maki gua, wajar jika dia marah karena gua yang membuat dia pindah jurusan, karena dia pikir jika gua pindah tak ada lagi teman karib dikelas mungkin. Dia hanya tinggal sendiri nanti, maka jadilah dia pindah jurusan. Wajar jika gani marah, gua maklum. Gani berlalu tanpa sepatah katapun setelah makian itu.

"udah nyuk, jangan dipikirin. Biarin aja nyuk. Temen kaya gitu biarin aja. Ntar juga baik lagi." Munif coba menghibur gua, tapi gua tahu jika Gani benar-benar marah. Perkiraan itu benar sampai beberapa bulan ke depan Gani tidak pernah muncul setiap gua dan munif nognkrong dirumah munif, biasanya kami selalu bertiga. Gani masih marah dengan kejadian tersebut.

Lalu sesal ketiga, di semester 4 gua sakit. Seperti kata pak Adi coba saja di semester 4, gua bersabar selama 1 tahun tapi akhirnya gagal juga. Saat tubuh gua sudah mulai membaik dan bisa mengendarai motor sendiri gua pergi ke kampus. Saat tiba ternyata daftar ulang dan ujian pindah jurusan sudah selesai. Gua benar-benar terpukul juga kecewa,
"mungkin ini yang terbaik jalani saja." Hati kecil berbisik, karena selalu ada hikmah dibalik sebuah peristiwa. Ada rencana yang lebih baik untuk gua dan mungkin memang ini jalannya.

"ngapain lu pindah. Lu pasti bisa lulus dari TI, gua yakin lu bisa. " Irul coba memotivasi gua untuk tetap menyisipkan semangat untuk menjalani perkuliahan.

"lanjut aja disemester 5, gabanyak ko pelajaran hitung-hitungan. Saya dulu juga kamu kira pinter saya gapaham. Tapi setelah lulus dan coba-coba bikin program baru saya paham TI. Kalau engga saya juga gapaham smapai sekarang. " Ujar pak Lukman dosen PA gua, ikut memotivasi gua diwaktu yang lain saat pengisian KRS.

Baiklah gua akan jalani lagi perkuliahan ini,

"Lin gua teh tubruk 1." Pagi yang cerah, duduk-duduk di warung pojok sambil menikmati pagi selalu menyenangkan.

"lu mau ngedit apa ini?"  Tanya kak Kholik.

"Spanduk buat counter Kak." Kak Kholik selalu bantu gua untuk bagian edit-edit spnduk dan sebagainya yang berhubungan dengan photoshop dan corel.

Sesal terakhir karena gua menjalani semuanya dengan kecewa sehingga hilang hasrat menjalani perkuliahan. Gua tidak serius dan malas-malasan menjalani perkuliahan. Semester tujuh gua gagal satu mata kuliah etika profesi, ipk gua juga hancur. Disemester 8 gua sebenar bisa menyelesaikan 3 mata kuliah yang mengulang semester 4. Tapi usaha baru buat gua semakin malas untuk menyelesaikan kuliah. Gua jarang masuk, bahkan UTS juga tidak datang. Pada saat UAS nama gua tidak muncul didaftar mahasiswa peserta ujian.

Gua harus mengulang satu tahun lagi semester 9 untuk etika profesi dan beberapa mata kuliah dengan nilai C, dan semester 10 untuk mengganti mata kuliah semester 4 juga skripsi. Kecewa karena slaah jurusan, kecewa karena sakit lalu mengulang semester 4 dan kecewa karena gua sudah coba ikut ujian susulan mata kuliah etika profesi tapi nilai tidak juga muncul. Lalu kecewa paling dalam adalah kecewa pada diri gua sendiri kenapa tidak coba bersabar dan menjalani waktu yang telah Allah berikan. Gua kecewa, semoga masih ada waktu buat gua menyelesaikan kekecewaan ini.

Selamat menikmati hasil kerja keras kalian teman-teman yang telah selesai sidang, selamat menikmati. Wisuda merupakan sebuah akhir dari penantian 4 tahun perjuangan, mereka yang tidak berjuang memang tidak pantas mendapatkannya. Rasa pahit ini karena gua sendiri yang menyebabkan, jadi gua akan coba menikmati rasa pahit ini dengan tetap menaruh sambal didalamnya agar bisa memompa semangat untuk menyelesaikan apa yang tertunda.

Kamis, 08 September 2016

Firasat

Firasat itu seperti alarm pengingat kecil yang menyarankan kita untuk sadar atau sejenis insting kejadian yang akan datang atau yang sedang terjadi di lain tempat. Firasat banyak orang yang memiliki firasat tapi tidak berani mengungkapkan karena terkadang banyak firasat buruk atau kesedihan yang akan terjadi hingga akhirnya banyak yang tidak mengungkapkan. Mengapa gua membicarakan firasat.

Hujan lebat datang kala gua ingin beranjak dari tempat tidur menuju cawang, akhirnya gua kembali ke tempat tidur dengan game slither.io, game yang ular seperti di hp nokia jadul tapi sudah didesain sedemikian rupa canggih menggunakan aplikasi android yang membuat gua kecanduan memainkannya. Padahal sebelumnya gua sama sekali tidak tertarik dengan game yang dimainkan terus-menerus oleh randy dan munif, dua sahabat gua. Rasa bosan kala sakit beberapa hari yang lalu membuat gua penasaran untuk mendownloadnya kemudian coba memainkan lalu kecanduan.

Lupakan tentang slither.io, kembali ke firasat. Kala gua menarik gas motor saat hujan mulai reda firasat sudah mengatakan,
"jangan lewat tempat biasa, nanti kena banjir kaya kemarin." Gua belum mengambil keputusan, gas kembali gua tarik untuk menambah kecepatan. Sesampainya dipertigaan raden shaleh gua sudah ingin mengambil jalur kiri, kemacetan kecil membuat gua mengubah haluan mngambil jalur kanan ke arah polsek sukmajaya lalu mengarah ke juanda. Dijuanda gua memutar balik ke arah jalan raya bogor,
"lurus saja, ini baru selesai hujan nanti kena banjir." alarm kecil itu kembali mengingatkan gua lagi.

Entah mengapa, stang malah berkelok ke kiri, benar saja banjir setinggi 40cm sudah menghadang. Gua berhenti sejenak,
"putar balik saja, didepan banjirnya lebih dalam." Alarmnya kembali berdengung ditelinga. Tapi gas kembali gua tarik sembari mengangkat kaki menghindari percikan. Gua sampai dipertengahan jalan, ada satu titik diantara banjir ini yang tidak tergenang air. Gua kembali menghentikan motor,
"sudah putar balik saja, didepan banjir lebih dalam." Alarm yang menjengkelkan.
"ah berisik sekali bisikan-bisikan ini." sisi hati lainnya membalas.
"lewat sana aja mas, lewat sana." seorang pria paruh baya dengan rambut gondrongnya menyapa gua yang tampak sedang bimbang.

Gua membalas dengan anggukan lalu belok kekiri, menerka-nerka arah jalan yang penting harus mengarah ke kanan. Tidak ada banjir disini. Gua sampai pada sebuah perempatan, sisi kanan tampak pemandangan menarik. Banjir yang setinggi perut anak-anak SD, dimanfaatkan oleh mereka bermain-main bola sambil berenang disana. Beberapa pengendara menerobos banjir setinggi 80cm tersebut. Jika lurus banjir hanya 30cm tapi gua belum pernah melalui jalan itu, jangan-jangan malah semakin jauh.

"lurus saja disana banjirnya tidak terlalu tinggi." Pengingat itu kembali berbisik. Berisik sekali!! Gua tarik pedal gas melalui jalur kanan, mengangkat kaki tinggi-tinggi menghindari percikan. Hanya perlu melewati 150meter untuk sampai ke tempat yang lebih tinggi yang tidak tergenangi air. Deburan arus yang dihasilkan oleh mobil dari arah berlawanan membuat motor gua goyah, tapi gua masih bertahan. Semakin dekat ke tempat kering semakin memelan motor gua, semakin pelan. Disini gua merasa bodoh telah mengambil pilihan ini, mulai muncul keraguan serta penyesalan. Orang-orang di dataran kering asyik menonton gua yang bodoh sudah tahu banjir tinggi masih juga melaluinya.

Hanya tinggal 3 atau 2 meter lagi akhirnya motor matic gua mati juga. Dua orang remaja dengan sigap menghampiri gua,

"matiin kontaknya pak, matiin pak!!" Perintah mereka. Gua menuruti saja, sambil menurunkan kaki. Mau tak mau akhirnya sepatu, kaos kaki, serta celana bagian bawah basah semua. Dua remaja membantu gua mendorong motor ke tempat kering.

"standard dua pak." Perintahnya lagi. Gua menuruti lagi seperti orang bodoh yang tak punya pilihan. Mereka membuka bagian bawah motor gua, seperti keran yang baru dibuka. Air mengucur lama tak henti-henti. Nampaknya mereka sudah terbiasa menangani hal seperti ini, setelah air mengering. Salah seorang remaja mengengkol motor berkali, belum nyala juga. Bodohnya gua memilih jalan ini, jika motor tidak juga menyala. Gua harus ke bengkel karena kebebalan dalam mengambil keputusan. Gua menantang firasat, yang sebenarnya baik.

Gua hanya bisa terdiam memandangi banjir yang tidak ada seorangpun pengendara motor melaluinya lagi. Ternyata hanya gua dan beberapa orang bodoh tadi yang melalui jalur ini.
"breng.... Brengg....  breng...." Akhirnya nyala juga. Gua mencari uang receh. Dikantong gua dapati uang 5rb dua lembar. Gua berikan dua lembar uangnya tersebut ke kedua remaja itu.

"Makasih ya, makasih." dengan semringah gua berujar pada keduanya. Mereka juga tersenyum karena mendapatkan uang yang lumayan bagi mereka.

"Aturan lewat lurus tadi." ujar seorang kakek tua, nampak seorang pengojek. Gua hanya bisa mengangguk, kemudian berlalu.
"Harusnya gua lurus saja tadi langsung ke jalan raya bogor." Ini sesal namanya, ya sesal. Sepatu basah, kaos kaki basah, celana basah. Gua punya satu hari untuk mengeringkan sepatu karena sabtu harus dipakai lagi untuk pergi dengan teman-teman. Gua tidak suka berganti-ganti sepatu atau sendal. Gua terbiasa dengan sepatu ini setiap kali pergi, jadi jika tidak menggunakannya ada rasa yang kurang.

Point yang gua petik, jika ada peringatan maka sebaiknya hindarilah. Meskipun mempercayai firasat mungkin bukan hal baik tapi menghindar dari hal buruk adalah sesuatu yang baik. Gua juga mengerti keras kepala bukan sifat yang baik.

Rabu, 07 September 2016

Hujan Senja

Hujan senja, baru saja ingin pulang setelah selesai belanja barang aksesoris dan spare part toko di sebuah mall, hujan dengan derasnya tanpa kompromi menghujam bumi. Angin kencang memaksa beberapa pohon yang tegak harus bergoyang mengikuti hembusannya. Beberapa saat didalam lift kapsul dari lantai tiga, menyenangkan rasanya bisa termenung sesaat melepaskan segala pikiran yang bermain dikepala memperhatikan hujan yang datang.

Sesampai dipintu keluar pemandangan yang disuguhkan seperti biasa semua orang asyik memandangi hujan sambil menunggu reda, ada juga yang berbincang dengan rekan disisi mereka. Seketika gua melakukan hal sama, menatap hujan yang selalu membuat terpana. Tapi beberapa percikan mengingatkan gua untuk shalat ashar. 
"mungkin hujan ini mengingatkan gua untuk tidak menunda terlalu lama shalat ashar." entah mengapa sikap diri ini? Begitu suka berlalai-lalai dengan waktu sampai lupa shalat tepat waktu. Walau ingat rasa malas membuat diri kembali terbuai untuk bernanti-nanti dengan waktu.

Percikan tadi telah mengingatkan, gua memalingkan tubuh kembali ke dalam mall kemudian berjalan ke sisi paling ujung dari mall yang dekat dengan tempat parkir. Ada masjid disini, melepas sepatu, menitipkan tas, Menginjakkan kaki dimasjid saja telah memberi ketenangan akan keresahan hujan yang belum reda. Berapa banyak orang yang belum shalat ashar tapi rela berleha-leha bersama dengan lamunan hujan? Terbersit dikepala pertanyaan sederhana yang seketika itu juga mentah kembali karena ada bisikkan
"sedang kamu sendiri lalai dengan waktu?bagaimana hendak memikirkan mereka?"

Gua tidak terlalu suka berdebat dengan diri sendiri. Tempat wudhu yang masih ramai padahal sudah jam 16.30, dimana waktu ashar sudah berlalu cukup lama. Tapi pikiran positif gua sematkan dalam hati, mungkin saja mereka baru tiba dari perjalanannya sehingga baru sempat. Negatif dalam hati malah bergeming atau mungkin mereka sama seperti kamu? Gua selesaikan lagi perdebatan dalam hati ini kemudian masuk kedalam masjid.

Ilmu yang pernah gua pelajari bukankah sebaiknya kita shalat berjamaah, jika ada seseorang yang sedang shalat sebaiknya kita bergabung dan tidak shalat sendiri atau menunggu dia sampai salam.  Tapi apa yang tampak ini memberi koma, jeda, atau mungkin juga rancu didalam hati. Orang-orang asyik shalat sendiri, mereka yang baru selesai wudhupun mencari celah kosong dalam masjid untuk shalat snediri. Mata gua berkerling mencari orang-orang yang berjamaah, disalah satu sisi ada empat orang sedang berjamaah gua mengisi sisi kiri, diikuti beberapa yang lain. Lumayan masih banyak yang menyadari akan ilmu yang gua pelajari, meski tidak mendalami.

Gua merasa bodoh saat itu tidak belajar dengan serius dalam mendalami ilmu agama. Sesal adalah hal biasa tapi merubah diri tidak juga mudah. Selama menuntut ilmu dipesantren ada satu kebanggaan buat gua kala kita bisa merapatkan shaf antarjamaah, dimana kaki para jamaah dan sikut saling bersentuhan, sayangnya setelah lulus jarang sekali gua menjumpai orang-orang yang bersikap sama dimasyarakat umum tapi tak mengapa bisa berjamaah sudah beri rasa bahagia.

Selesai salam gua berzikir sesaat memanjatkan doa, mendoakan orangtua dan kelancaran hidup kami semua. Tapi jarang gua mengingat akhirat dalam doa, ini saja sempat lupa. Beberapa orang disebelah meminta berjabat tangan, secara refleks kita akan mengikuti permintaannya. Kebiasaan positif mungkin' meski gua belum sampai dipelajaran ini serta pahalanya.

Selesai shalat gua mencari tempat duduk diluar masjid, hujan belum juga reda. Hujan kembali memaksa gua untuk berhenti sementara, mementingkan dia yang ingin berlalu. Gua mengambil lokasi didekat salah satu stand amil zakat nasional,  menyapa pria yang menjaga stand bercerita sesaat tentang rasa bangga yang menyelimuti hati gua karena pernah dibesarkan oleh ormas sang pemilik amil zakat. Kami bercerita mulai dari daerah asal si penjaga, gua tidak suka bertanya tentang nama, karena tidak setiap waktu gua mengingatnya. Si penjaga sempat mengenyam masa smp di pesantren yang sama dengan gua tapi beda wilayah gua jakarta sedang dia cirebon. Gua menyebutkan beberapa nama mungkin dia mengenal salah satunya, benar saja. Cerita kami mulai berkembang, sayangnya gua tidak menemukan kebanggaan dalam diri si penjaga menjadi bagian dari lembaga itu demi membesarkan nama pesantren tempat kami menuntut ilmu. Sayang sekali, membuat gua menghentikan cerita kemudian mengambil HP lalu menuliskan cerita tak penting ini.

Hujan senja memaksa gua untuk menulis maka gua menulis. Saat sedang menulis beberapa pria datang duduk disisa-sisa bangku yang kosong. Mengambil sebatang tembakau yang telah diolah lalu membakarnya dengan santai, pesantren telah mendidik gua untuk mengharamkan barang itu, karena membunuh diri secara perlahan. Rasa gerah gua melihat pria-pria yang menyalakan tembakau itu juga karena gua sempat hampir terbunuh oleh tembakau yang memaksa gua menjadi penghisap pasif dari asap yang mereka buang, dari asap 'uang' yang mereka bakar. 

Akhirnya gua mengalah dengan berpindah tempat duduk tapi tiba-tiba seorang satpam yang baru selesai shalat ashar datang duduk dibangku yang sama, gua asyik dengan tulisan tak penting di handphone ini tapi sesaat kemudian asap yang sama berlalu dihidung. Satpam yang biasa menyidak para penghisap tembakau didalam mall, juga menghisap barang yang sama. Miris!! Siapa yang bisa dianggap benar jika sipenegak juga merupakan pelaku? Tidak ada pilihan gua hanya mampu pasrah membiarkan asap-asap itu hilir mudik disekeliling sembari berusaha tidak menghisapnya sebisa mungkin.

Hiraukan para penghisap tembakau itu, beberapa anak mengerumuni hujan deras didepan pintu parkir,
"payung pak, payung kak, payung mbak, payung, payung." tiada henti mereka berteriak. Beberapa diantaranya berdebat dengan hasil ojek payungnya. Banyak juga pengguna jasa ojek payung, sampai-sampai tawa lebar mengembang terus diwajah anak-anak tanpa alas kaki, dengan baju kuyup itu. Ada senyum juga mengembang dalam hati gua dengan melihat mereka, menyenangkan menghabiskan waktu dengan bermain hujan sembari mengais rejeki yang datang karena hujan senja.

Sekeliling lokasi masjid disediakan tempat duduk, banyak orang duduk dengan asyik memainkan gadget mereka. Tersenyum kecil sendiri, mungkin muda-mudi itu sedang chat dengan kekasihnya sehingga tersirat senyum mesem-mesemnya. Ada juga orang-orang dengan wajah serius memainkan gadgetnya, mereka sedang berurusan dengan dunia kerjanya. Banyak pula yang berwajah santai dengan headset ditelinga terus-menerus menekankan gadget yang rerata layar sentuh mereka asyik dengan game yang tersedia dengan mudah dari gadget super canggih berbasis android milik mereka.

"payung kak,  payung pak, payung mbak,  payung mas, payung, payung." teriakan yang sama terdengar lagi. Gua melihat jalanan hujan sedikit reda, sebaiknya gua meninggalkan kerumunan yang perlahan juga mulai ditinggalkan yang lain.

Hujan senja memaksa gua menulis cerita tak penting ini, tapi gua bersyukur. Karena hujan senja telah memaksa gua untuk datang ke masjid tidak berlalai-lalai terlalu lama dalam lamunan hujan senja.

Keresahan Pagi

Deru kendaraan beberapa saat lalu-lalang jelas terdengar, pagi menjelang. Mata terbuka, gua mengambil handphone dengan mata masih setengah terpejam menatap waktu yang tertera,
'ah masih jam 03.57. Kenapa juga mata terbuka?' gua kembali memejamkan mata tapi tidak mudah bahkan mata cenderung kehilangan kantuk. Memang belakangan ini banyak hal yang membuat gua sulit tidur nyenyak.

Mata gua pejamkan kembali, tapi tak kunjung tertidur malah teringat lapak di cawang yang baru saja gua sewa untuk usaha counter pulsa dan aksesories kecil-kecilan karena dana yang terbatas. Counter belum buka karena lapak masih harus dirombak, gua sudah meminta pak Yani, tukang yang bekerja di DPP(dewan pimpinan pusat) ormas pemilik pesantren tempat gua dulu sempat mengeyam pendidikan semasa SMP untuk merapikan lapak. Sayangnya beliau tidak lagi bebas seperti dulu, karena kini sudah diangkat jadi karyawan yang membuat dia harus kerja sesuai dengan jam karyawan masuk pukul 09.00 dan pulang jam 17.00. Gua masih harus memunggu sampai dua hari kedepan, sabtu nanti baru dia bisa merapikan lapak yang alaladarnya tersebut. Lapak peninggalan tukang buah berukuran 2'5x1'5, sementara diisi barang-barang oleh pedagang ayam goreng.

Ada rasa tidak sabar ingin memulai usaha baru ini, tempat baru, suasana baru, persaingan baru. Padahal beberapa hari sebelumnya gua sempat pesimis karena tepat dilingkup yang sama ada indomart yang jelas juga menyediakan layanan pulsa dan token listrik juga. Tapi entah mengapa ada semangat yang mengetuk agar berani mengambil keputusan untuk tetap berjalan ke depan dengan optimis, jika dengan kerja keras dan usaha yang maksimal gua bisa menjalankan usaha ini sampai menghasilkan nanti.

"bisnis yang baik itu apa yang sedang dijalankan bukan berupa perencanaan-perencanaan." Reza pahlevi, teman sekolah dimasa SMK melafalkan kalimat yang melecut gua untuk berani mengambil keputusan kala gua sempatkan diri datang ke cafe miliknya di kalibata city. Dia masih muda dan elegan tapi sudah memiliki segudang pengalaman, mulai dari travelling ke berbagai negara sampai memasuki berbagai bidang pekerjaan dinegara yang berbeda-beda juga. Teman yang membanggakan karena selalu berani mencoba hal baru tanpa pernah dia ragu akan kegagalan. Kali ini dia masuk ke dunia kuliner, semoga sukses kawan.

Pagi menjelang terdengar sayup-sayup adzan dari kios tepi jalan yang merupakan counter besar milik abang gua tempat gua belajar selama 4 tahun. Gua masuk ke kamar mandi membasuh bagian tubuh untuk berwudhu kemudian shalat dua rakaat, zikir sesaat dan tidak lupa mendoakan orang tua. Selesai shalat mata belum juga terpejam, gua buka medsos mulai dari facebook, instagram, twitter tidak ada yang menarik. Lalu sekilas terlihat logo blogger yang kembali memancing gua untuk mencatat keresahan yang membuat mata tak mau terpejam lagi.

Kucing kecil gua terbangun mengusap-ngusapkan tubuhnya pada lengan gua yang sedang asyik menulis di handphone, tapi tidak menghilangkan pikiran tentang counter di cawang. Etalase second yang sudah gua beli online di klender belum diambil, spanduk belum didesain, desain toko yang belum fix membuat gua terus merancangnya secara acak dikepala. Yang jelas akan ada kerja keras diawal buka nanti, masa perkenalan selama 2bulan akan membuat gua bosan. Semoga saja tidak sampai sebulan counter sudah ramai, memanfaatkan indomart yang sudah ramai, ditambah kuliner yang tidak pernah sepi dikunjungi orang-orang perkantoran sekitar.

Deru kendaraan semakin ramai terdengar, kamis pagi orang-orang sepagi ini sudah hilir mudik untuk berangkat kerja ke jakarta. Dari depok ke jakarta butuh waktu 45 menit jika lancar, semasa kerja dulu saat macet gua menghabiskan waktu 2'5 jam untuk sampai ke prumpung dari cilodong. Waktu yang sia-sia. Kini gua meluangkan waktu untuk berjudi dengan keadaan, melacak peluang untuk menjadi uang. Hidup gua lebih terlihat seperti luntang-lantung tak jelas, padahal didalam kepala berpikir keras cara menemukan kehidupan. Rejeki Allah telah mengaturnya tinggal bagaimana cara kita menjemputnya itu saja. Pagi menjelang gua harus membuka rolling door toko untuk mulai berjualan lagi. Mari merangkai hidup untuk menggapai berkah dunia-akhirat

Kejujuran palsu

Seberapapun aku coba tersenyum
Nadir itu nampak jua
Seberapa aku bersandiwara bahagia
Sepi itu terasa juga

Pelarian itu bukan dampak yang tampak
Tapi campak yang melekat pada rasa
Mahligai mana yang suka dengan keberpuraan
Menistakan hati dari kebohongan-kebohongan

Bagaimana bisa engkau munukik kalimat mereka
Sedang diri sendiri tidak pernah merasa
Bagaimana pula engkau mengira
Sedang hati berpihak satu arah

Melekatlah pada kejujuran
Bagaimana cara mengembangkan hati agar besar
Tidak sengaja mencair buat dia bercucuran
Memangnya mau bila pada ruangnya tak lagi berisi,  tersisa nol besar?