Selasa, 20 September 2016

Meremehkan Hari, Menyepelekan Waktu

Apa kamu pernah pergi kehutan belantara, kemudian bingung arah dan tujuan. Terperangkap pada kebingungan, ketidaktahuan, kamu sedang tersesat. Sekeliling kamu hanya ada pepohonan yang tidak mungkin kamu bicara dengannya. Bagaimana rasanya seorang diri tersesat dalam hutan yang tidak menawarkan tujuan? Kalau kamu pernah! Ini yang sedang gua rasain saat hari pertama masuk kuliah. Kalau kamu bertanya kenapa gua membandingkan hari pertama kuliah dengan hutan belantara? Dimana kesamaannya?

Jelas ada satu kesamaan, dimana gua seperti tidak tahu kemana harus mengarah, pada siapa menyapa, rasa canggung, kesendirian tidak seorangpun yang gua kenal. Ini kali kedua gua merasakan hal yang sama, teman-teman gua sudah menyelesaikan perjuangan mereka dengan gelar S,kom dibelakang nama mereka, kemudian gua masih terkungkung didalam sisa-sisa kelalaian gua yang meremehkan hari, menyepelekan waktu. Gua harus menyelesaikan 4 mata kuliah disemester 9. Lho? Bukannya S1 itu cuma perlu 8 semester, ya lu bener! Tapi special buat gua harus 10 semester untuk sebuah gelar S,kom yang sedang gua usahakan.

Gua datang ke kampus untuk masuk pertama kali setelah dua minggu jadwal kuliah dimulai. Hujan deras menyertai perjalanan gua, ditengah jalan gua teringat jika kelas gua hari ini S3D, di gedung mana kelas tersebut? Tu...t, tu...t, tut
"Iya tra kenapa?" Gua menepi kemudian menelpon irul,

"S3D itu gedung apaan ya rul? Ntar gua udah sampe di gedong, dia di rancho lagi." Gua coba menanyakan pada Irul setengah berteriak dan terburu-buru jam sudah menunjukkan pukul 18.25, mata kuliah pertama dimulai pukul 18.30. Irul merupakan mantan ketua kelas yang paling faham tentang segala hal tentang kampus, dia yang menyokong kami selama hampir 4 tahun kuliah, terimakasih irul. Tidak banyak orang yang akan berterimakasih berkat bantuan lu? Mereka akan mudah lupa jika setiap waktu mereka bertanya tentang banyak hal selama 4 tahun namun lupa seketika setelah semua selesai yang sebenarnya selalu ada peran irul dalam setiap moment kelas yang terjadi. Gua akan berterimakasih dengan cara membuat sebuah tulisan tidak penting ini.

"Tra, ruang itu pakai nomor. Sedangkan kelas itu seperti yang lu sebutin tadi." Suara datar irul terdengar dari seberang, dia punya suara datar yang berwibawa penuh ketenangan. Berbanding terbalik dengan gua,

"Oh iya, bodohnya gua. Efek terlalu lama tidak pergi kekampus." Gua menepok jidat, kenapa gua begitu bodoh. Disepanjang jalan gua kembali terpikir bagaimana caranya mengetahui ruangan. Gua terus berpikir apa mungkin gua harus mendatangi satu persatu kelas. Dulu selalu ada irul yang memberi tahu ruangan baru kami secara detail. Sekarang dia sudah selesai dan menjadi sarjana, bagaimana caranya?

Sesampai dikampus hujan sudah reda gua mengarah ke receptionist,

"mbak saya mau tanya bagaimana ya caranya saya tahu ruangan?"

"memangnya mas mahasiswa yang baru masuk?" Tanya perempuan cantik receptionist dengan suara medog khas jawa tengah. Gua mengangguk,

"mas coba ke TU aja, nanti disana ada kok daftar ruangannya." solusi cerdas, otak gua sudah terlanjur buntu menghadapi dunia perkuliahan. Gua meneruskan semua ini hanya untuk sebuah gelar, untuk sebuah kebanggaan, sebuah tanggung jawab karena gua sudah menghabiskan banyak uang abang serta kakak ipar gua selama 4 tahun untuk hasil kini terbengkalai.

"Pak,  saya mau tanya ruangan." Pada seorang pria gemuk berkacamata. Orang TU rata-rata semua jutek buat gua segan untuk banyak bertanya, apa mereka harus begitu. Coba sedikit ramah pasti menyenangkan pelayanan mereka. Beban kerja atau apalah buat mereka jadi seperti itu,

"S3D, S1G,S7A,S7L." gua langsung menyebutkan nama kelas yang gua tuju,

"441,641,411,431." Gua mencatat nama ruangan kemudian setengah berlari menuju gedung 4 lantai 4 ruang 1, jam 19.00 berlalu, gua sudah telat.

"Benar ini mata kuliah kalkulus 1 ya?" Gua bertanya pada seorang gadis yang sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya.

"he-eh, eh bukan, kalkulus 3 ini." jawabnya. Gua salah berarti,

"Oke terimakasih." kemudian gua keluar kelas. Mengganti sendal jepit dengan sepatu karena hujan tadi. Gua kembali mengecek kertas jadwal lagi, ternyata memang kalkulus 3 di kelas S3D bukan kalkulus 1 besok baru kalkulus 1. Gua kembali masuk kelas,

"Oh iya ada nomor ketua kelasnya enggak buat tanya-tanya jadwal." Gua kembali bertanya pada gadis tadi.

"Boleh 0-8-2-x-xxxx-xxxx, namanya fidul." jawab gadis tersebut. Gua kembali berterimakah kemudian mencari kursi kosong bagian paling depan. Dosen belum datang, semua orang asyik bicara pada masing-masing temannya, sedang gua hanya duduk seorang diri dibangku bagian depan tanpa seorangpun menemani. Sepi ditengah keramaian, rasanya gua sedang berada disebuah hutan mereka hanya pepohonan sedang gua cuma bisa melirik sedikit kekiri dan kanan untuk melihatnya. Sekeliling begitu sepi. Gua mulai mengerti betapa penting teman-teman dikelas gua dulu, bersama mereka tidak kecanggunggan, tanpa mereka gua hanya sebuah butiran diantara yang lain.

Dosen datang, gua menghampirnya dosen muda untuk mata kuliah kalkulus 3,

"Bu saya ngulang di mata kuliah kalkulus 3," Gua langsung menyampaikan kehadiran gua dikelas ini.

"Nama kamu siapa?"

"Putra Afriansyah bu."

"Dosen sebelumnya siapa?"

"Siapa ya, lupa bu."

"Cewe atau cowo?"

"Mungkin cewe bu,"

"mungkin? yaudah oke kamu duduk aja." perintahnya, dosennya saja gua lupa. Disitu gua mulai terpikir betapa tidak seriusnya gua. Pelajaran dimulai sin, cos, tan, eksponen, dll apa ini gua tidak mencintai mata kuliah ini buat gua kesulitan menjalaninya. Gua berusaha membuka mata memperhatikan sejenak tapi apa ini? Hati sedikitpun tidak menyukai mata kuliah ini walaupun dosen kali ini rasanya lebih baik.

Sejam rasa seharian menunggu mata kuliah kalkulus 3 selesai. Gua memang tidak mencintai mata kuliah ini, jadi gua tidak memiliki kemampuan untuk berjuang menjadi bisa pada mata kuliah ini.

Akhirnya usai juga, selanjutnya adalah kelas S7A di ruang 411 untuk mata kuliah etika profesi, dimana gua mengikuti ujian susulan namun nilai tidak muncul. Ada rasa kecewa tapi mau bagaimana? Gua sudah berusaha menghubungi dosen, gua sudah berusaha mendatangi prodi, gua sudah berputar-putar dibuatnya kesana-kesini dengan hasil nihil. Entah siapa yang lalai? siapa yang salah? Kenyataannya gua harus mengulang mata kuliah tersebut hari ini.

Saat masuk kelas, dosen yang masih sama untuk mata kuliah yang sama. Gua kembali berjumpa dengan Bapak Ismaillah, dosen mata kuliah etika profesi disemester 7 yang lalu. Suatu kebetulan, sebelumnya gua terus menanyakan dikelas mana bapak ismaillah ditempatkan karena gua pasti lebih mudah mendapatkan nilai karena dia telah berjanji.

Perkuliahan dimulai mata gua malah tidak bisa berkompromi, gaya mengajar yang khas dari pak ismaillah ialah mengajak mahasiswa untuk berdiskusi serta saling lempar tanya kali ini temanya adalah filsafat etika. Mata tertutup, gua hanya mendengarkan materi secara samar-samar. Lelah rasanya, karena malam kemarin gua futsal sampai pukul 23:30, baru terlelap pada 01:00. Bangun pukul 5, ini hari pertama gua full buka pagi ada di counter. Wajar jika kantuk datang menyerang apalagi suasana mendukung.

"Kamu tampak lelah tadi." Sapa pak Ismaillah kala kami berjumpa diluar kelas usai mata kuliahnya.

"iya pak, enggak tau matanya ga bisa diajak kompromi."

"Pekerjaan kamu apa?" tanyanya lagi.

"Saya jaga counter pak,"

"usaha sendiri?" timpanya

"Alhamdulillah baru mulai pak."

"Artinya kamu tidak terlalu butuh nilai bagus untuk lulus bukan?" dia menebak, yang terpenting buat gua saat ini adalah lulus dan gelar sarjana itu saja. Gua mengangguk,

"Bagaimana kalau saya kasih kamu keringanan. Kamu boleh tidak hadir dimata kuliah saya agar kamu fokus kerja atau mengejar nilai mata kuliah lain syaratnya kamu harus dua presentasi sendiri dikelas. Sekali sebelum UTS, sekali setelah UTS bagaimana kamu berani?"  Gua mengangguk. Lumayan 11 pertemuan gua tidak perlu hadir. Boleh juga.

"Oke kamu punya whatsapp saya? Nanti saya kirim judul materi via whatsapp." Katanya lagi.

"Baiklah sehat dan sukses selalu putra." Diakhir pertemuan pak Ismaillah selalu mendoakan orang yang dia jumpai. Sebuah sikap positif, gua wajib menirunya.

Gua merapikan jaket, mengambil masker lalu ke parkiran. Menarik gas panjang untuk pulang.

Tidak ada komentar: