Rabu, 07 September 2016

Hujan Senja

Hujan senja, baru saja ingin pulang setelah selesai belanja barang aksesoris dan spare part toko di sebuah mall, hujan dengan derasnya tanpa kompromi menghujam bumi. Angin kencang memaksa beberapa pohon yang tegak harus bergoyang mengikuti hembusannya. Beberapa saat didalam lift kapsul dari lantai tiga, menyenangkan rasanya bisa termenung sesaat melepaskan segala pikiran yang bermain dikepala memperhatikan hujan yang datang.

Sesampai dipintu keluar pemandangan yang disuguhkan seperti biasa semua orang asyik memandangi hujan sambil menunggu reda, ada juga yang berbincang dengan rekan disisi mereka. Seketika gua melakukan hal sama, menatap hujan yang selalu membuat terpana. Tapi beberapa percikan mengingatkan gua untuk shalat ashar. 
"mungkin hujan ini mengingatkan gua untuk tidak menunda terlalu lama shalat ashar." entah mengapa sikap diri ini? Begitu suka berlalai-lalai dengan waktu sampai lupa shalat tepat waktu. Walau ingat rasa malas membuat diri kembali terbuai untuk bernanti-nanti dengan waktu.

Percikan tadi telah mengingatkan, gua memalingkan tubuh kembali ke dalam mall kemudian berjalan ke sisi paling ujung dari mall yang dekat dengan tempat parkir. Ada masjid disini, melepas sepatu, menitipkan tas, Menginjakkan kaki dimasjid saja telah memberi ketenangan akan keresahan hujan yang belum reda. Berapa banyak orang yang belum shalat ashar tapi rela berleha-leha bersama dengan lamunan hujan? Terbersit dikepala pertanyaan sederhana yang seketika itu juga mentah kembali karena ada bisikkan
"sedang kamu sendiri lalai dengan waktu?bagaimana hendak memikirkan mereka?"

Gua tidak terlalu suka berdebat dengan diri sendiri. Tempat wudhu yang masih ramai padahal sudah jam 16.30, dimana waktu ashar sudah berlalu cukup lama. Tapi pikiran positif gua sematkan dalam hati, mungkin saja mereka baru tiba dari perjalanannya sehingga baru sempat. Negatif dalam hati malah bergeming atau mungkin mereka sama seperti kamu? Gua selesaikan lagi perdebatan dalam hati ini kemudian masuk kedalam masjid.

Ilmu yang pernah gua pelajari bukankah sebaiknya kita shalat berjamaah, jika ada seseorang yang sedang shalat sebaiknya kita bergabung dan tidak shalat sendiri atau menunggu dia sampai salam.  Tapi apa yang tampak ini memberi koma, jeda, atau mungkin juga rancu didalam hati. Orang-orang asyik shalat sendiri, mereka yang baru selesai wudhupun mencari celah kosong dalam masjid untuk shalat snediri. Mata gua berkerling mencari orang-orang yang berjamaah, disalah satu sisi ada empat orang sedang berjamaah gua mengisi sisi kiri, diikuti beberapa yang lain. Lumayan masih banyak yang menyadari akan ilmu yang gua pelajari, meski tidak mendalami.

Gua merasa bodoh saat itu tidak belajar dengan serius dalam mendalami ilmu agama. Sesal adalah hal biasa tapi merubah diri tidak juga mudah. Selama menuntut ilmu dipesantren ada satu kebanggaan buat gua kala kita bisa merapatkan shaf antarjamaah, dimana kaki para jamaah dan sikut saling bersentuhan, sayangnya setelah lulus jarang sekali gua menjumpai orang-orang yang bersikap sama dimasyarakat umum tapi tak mengapa bisa berjamaah sudah beri rasa bahagia.

Selesai salam gua berzikir sesaat memanjatkan doa, mendoakan orangtua dan kelancaran hidup kami semua. Tapi jarang gua mengingat akhirat dalam doa, ini saja sempat lupa. Beberapa orang disebelah meminta berjabat tangan, secara refleks kita akan mengikuti permintaannya. Kebiasaan positif mungkin' meski gua belum sampai dipelajaran ini serta pahalanya.

Selesai shalat gua mencari tempat duduk diluar masjid, hujan belum juga reda. Hujan kembali memaksa gua untuk berhenti sementara, mementingkan dia yang ingin berlalu. Gua mengambil lokasi didekat salah satu stand amil zakat nasional,  menyapa pria yang menjaga stand bercerita sesaat tentang rasa bangga yang menyelimuti hati gua karena pernah dibesarkan oleh ormas sang pemilik amil zakat. Kami bercerita mulai dari daerah asal si penjaga, gua tidak suka bertanya tentang nama, karena tidak setiap waktu gua mengingatnya. Si penjaga sempat mengenyam masa smp di pesantren yang sama dengan gua tapi beda wilayah gua jakarta sedang dia cirebon. Gua menyebutkan beberapa nama mungkin dia mengenal salah satunya, benar saja. Cerita kami mulai berkembang, sayangnya gua tidak menemukan kebanggaan dalam diri si penjaga menjadi bagian dari lembaga itu demi membesarkan nama pesantren tempat kami menuntut ilmu. Sayang sekali, membuat gua menghentikan cerita kemudian mengambil HP lalu menuliskan cerita tak penting ini.

Hujan senja memaksa gua untuk menulis maka gua menulis. Saat sedang menulis beberapa pria datang duduk disisa-sisa bangku yang kosong. Mengambil sebatang tembakau yang telah diolah lalu membakarnya dengan santai, pesantren telah mendidik gua untuk mengharamkan barang itu, karena membunuh diri secara perlahan. Rasa gerah gua melihat pria-pria yang menyalakan tembakau itu juga karena gua sempat hampir terbunuh oleh tembakau yang memaksa gua menjadi penghisap pasif dari asap yang mereka buang, dari asap 'uang' yang mereka bakar. 

Akhirnya gua mengalah dengan berpindah tempat duduk tapi tiba-tiba seorang satpam yang baru selesai shalat ashar datang duduk dibangku yang sama, gua asyik dengan tulisan tak penting di handphone ini tapi sesaat kemudian asap yang sama berlalu dihidung. Satpam yang biasa menyidak para penghisap tembakau didalam mall, juga menghisap barang yang sama. Miris!! Siapa yang bisa dianggap benar jika sipenegak juga merupakan pelaku? Tidak ada pilihan gua hanya mampu pasrah membiarkan asap-asap itu hilir mudik disekeliling sembari berusaha tidak menghisapnya sebisa mungkin.

Hiraukan para penghisap tembakau itu, beberapa anak mengerumuni hujan deras didepan pintu parkir,
"payung pak, payung kak, payung mbak, payung, payung." tiada henti mereka berteriak. Beberapa diantaranya berdebat dengan hasil ojek payungnya. Banyak juga pengguna jasa ojek payung, sampai-sampai tawa lebar mengembang terus diwajah anak-anak tanpa alas kaki, dengan baju kuyup itu. Ada senyum juga mengembang dalam hati gua dengan melihat mereka, menyenangkan menghabiskan waktu dengan bermain hujan sembari mengais rejeki yang datang karena hujan senja.

Sekeliling lokasi masjid disediakan tempat duduk, banyak orang duduk dengan asyik memainkan gadget mereka. Tersenyum kecil sendiri, mungkin muda-mudi itu sedang chat dengan kekasihnya sehingga tersirat senyum mesem-mesemnya. Ada juga orang-orang dengan wajah serius memainkan gadgetnya, mereka sedang berurusan dengan dunia kerjanya. Banyak pula yang berwajah santai dengan headset ditelinga terus-menerus menekankan gadget yang rerata layar sentuh mereka asyik dengan game yang tersedia dengan mudah dari gadget super canggih berbasis android milik mereka.

"payung kak,  payung pak, payung mbak,  payung mas, payung, payung." teriakan yang sama terdengar lagi. Gua melihat jalanan hujan sedikit reda, sebaiknya gua meninggalkan kerumunan yang perlahan juga mulai ditinggalkan yang lain.

Hujan senja memaksa gua menulis cerita tak penting ini, tapi gua bersyukur. Karena hujan senja telah memaksa gua untuk datang ke masjid tidak berlalai-lalai terlalu lama dalam lamunan hujan senja.

Tidak ada komentar: