Kamis, 08 September 2016

Firasat

Firasat itu seperti alarm pengingat kecil yang menyarankan kita untuk sadar atau sejenis insting kejadian yang akan datang atau yang sedang terjadi di lain tempat. Firasat banyak orang yang memiliki firasat tapi tidak berani mengungkapkan karena terkadang banyak firasat buruk atau kesedihan yang akan terjadi hingga akhirnya banyak yang tidak mengungkapkan. Mengapa gua membicarakan firasat.

Hujan lebat datang kala gua ingin beranjak dari tempat tidur menuju cawang, akhirnya gua kembali ke tempat tidur dengan game slither.io, game yang ular seperti di hp nokia jadul tapi sudah didesain sedemikian rupa canggih menggunakan aplikasi android yang membuat gua kecanduan memainkannya. Padahal sebelumnya gua sama sekali tidak tertarik dengan game yang dimainkan terus-menerus oleh randy dan munif, dua sahabat gua. Rasa bosan kala sakit beberapa hari yang lalu membuat gua penasaran untuk mendownloadnya kemudian coba memainkan lalu kecanduan.

Lupakan tentang slither.io, kembali ke firasat. Kala gua menarik gas motor saat hujan mulai reda firasat sudah mengatakan,
"jangan lewat tempat biasa, nanti kena banjir kaya kemarin." Gua belum mengambil keputusan, gas kembali gua tarik untuk menambah kecepatan. Sesampainya dipertigaan raden shaleh gua sudah ingin mengambil jalur kiri, kemacetan kecil membuat gua mengubah haluan mngambil jalur kanan ke arah polsek sukmajaya lalu mengarah ke juanda. Dijuanda gua memutar balik ke arah jalan raya bogor,
"lurus saja, ini baru selesai hujan nanti kena banjir." alarm kecil itu kembali mengingatkan gua lagi.

Entah mengapa, stang malah berkelok ke kiri, benar saja banjir setinggi 40cm sudah menghadang. Gua berhenti sejenak,
"putar balik saja, didepan banjirnya lebih dalam." Alarmnya kembali berdengung ditelinga. Tapi gas kembali gua tarik sembari mengangkat kaki menghindari percikan. Gua sampai dipertengahan jalan, ada satu titik diantara banjir ini yang tidak tergenang air. Gua kembali menghentikan motor,
"sudah putar balik saja, didepan banjir lebih dalam." Alarm yang menjengkelkan.
"ah berisik sekali bisikan-bisikan ini." sisi hati lainnya membalas.
"lewat sana aja mas, lewat sana." seorang pria paruh baya dengan rambut gondrongnya menyapa gua yang tampak sedang bimbang.

Gua membalas dengan anggukan lalu belok kekiri, menerka-nerka arah jalan yang penting harus mengarah ke kanan. Tidak ada banjir disini. Gua sampai pada sebuah perempatan, sisi kanan tampak pemandangan menarik. Banjir yang setinggi perut anak-anak SD, dimanfaatkan oleh mereka bermain-main bola sambil berenang disana. Beberapa pengendara menerobos banjir setinggi 80cm tersebut. Jika lurus banjir hanya 30cm tapi gua belum pernah melalui jalan itu, jangan-jangan malah semakin jauh.

"lurus saja disana banjirnya tidak terlalu tinggi." Pengingat itu kembali berbisik. Berisik sekali!! Gua tarik pedal gas melalui jalur kanan, mengangkat kaki tinggi-tinggi menghindari percikan. Hanya perlu melewati 150meter untuk sampai ke tempat yang lebih tinggi yang tidak tergenangi air. Deburan arus yang dihasilkan oleh mobil dari arah berlawanan membuat motor gua goyah, tapi gua masih bertahan. Semakin dekat ke tempat kering semakin memelan motor gua, semakin pelan. Disini gua merasa bodoh telah mengambil pilihan ini, mulai muncul keraguan serta penyesalan. Orang-orang di dataran kering asyik menonton gua yang bodoh sudah tahu banjir tinggi masih juga melaluinya.

Hanya tinggal 3 atau 2 meter lagi akhirnya motor matic gua mati juga. Dua orang remaja dengan sigap menghampiri gua,

"matiin kontaknya pak, matiin pak!!" Perintah mereka. Gua menuruti saja, sambil menurunkan kaki. Mau tak mau akhirnya sepatu, kaos kaki, serta celana bagian bawah basah semua. Dua remaja membantu gua mendorong motor ke tempat kering.

"standard dua pak." Perintahnya lagi. Gua menuruti lagi seperti orang bodoh yang tak punya pilihan. Mereka membuka bagian bawah motor gua, seperti keran yang baru dibuka. Air mengucur lama tak henti-henti. Nampaknya mereka sudah terbiasa menangani hal seperti ini, setelah air mengering. Salah seorang remaja mengengkol motor berkali, belum nyala juga. Bodohnya gua memilih jalan ini, jika motor tidak juga menyala. Gua harus ke bengkel karena kebebalan dalam mengambil keputusan. Gua menantang firasat, yang sebenarnya baik.

Gua hanya bisa terdiam memandangi banjir yang tidak ada seorangpun pengendara motor melaluinya lagi. Ternyata hanya gua dan beberapa orang bodoh tadi yang melalui jalur ini.
"breng.... Brengg....  breng...." Akhirnya nyala juga. Gua mencari uang receh. Dikantong gua dapati uang 5rb dua lembar. Gua berikan dua lembar uangnya tersebut ke kedua remaja itu.

"Makasih ya, makasih." dengan semringah gua berujar pada keduanya. Mereka juga tersenyum karena mendapatkan uang yang lumayan bagi mereka.

"Aturan lewat lurus tadi." ujar seorang kakek tua, nampak seorang pengojek. Gua hanya bisa mengangguk, kemudian berlalu.
"Harusnya gua lurus saja tadi langsung ke jalan raya bogor." Ini sesal namanya, ya sesal. Sepatu basah, kaos kaki basah, celana basah. Gua punya satu hari untuk mengeringkan sepatu karena sabtu harus dipakai lagi untuk pergi dengan teman-teman. Gua tidak suka berganti-ganti sepatu atau sendal. Gua terbiasa dengan sepatu ini setiap kali pergi, jadi jika tidak menggunakannya ada rasa yang kurang.

Point yang gua petik, jika ada peringatan maka sebaiknya hindarilah. Meskipun mempercayai firasat mungkin bukan hal baik tapi menghindar dari hal buruk adalah sesuatu yang baik. Gua juga mengerti keras kepala bukan sifat yang baik.

Tidak ada komentar: