Jumat, 09 September 2016

Sesal karena Kecewa

Gelas kaca yang pecah bila disusun kembali tidak akan kembali seperti semula, seberapa canggih dan hebatpun tekhnologi tidak akan mampu mengembalikan waktu. Setiap kali membicarakan waktu adalah sesuatu yang tidak mungkin diulang lagi. Pada waktu itu ada satu kata yang mengiringi kegagalan yaitu sesal yang tersisip pada setiap harapan atau keinginan yang tidak tergapai.

Setelah semua berlalu baru gua menyadari obat yang pernah gua minum selama sembilan bulan tidaklah terasa pahit, atau pare yang gua jadikan lalap tidak terlalu pahit. Tapi belakangan ini entah mengapa rasa pahit kerap melekat dilidah dan dihati gua. Iri atau penyesalan, hampir semua teman-teman gua sudah selesai sidang dan sebentar lagi mereka akan wisuda. Media sosial semakin membully gua dengan menampilkan hampir seluruh kegiatan teman-teman, foto sidang dan captionnya membuat gua harus menelan pil pahit dari sebuah keteledoran diri.

Baiklah mungkin gua terlalu banyak menyalahkan segala sesuatu, berawal dari sebuah kekecewaan pada semester 4. Pada waktu itu, gua sudah bayar full untuk semua iuran kampus sampai biaya ujian dan lain-lainnya. Pada hari pertama ujian gua datang dengan kondisi badan yang sudah lunglai, sebelum ujian seluruh badan sakit dan pada hari ujian gua benar-benar tidak sanggup lagi melanjutkan.

Hari kedua ujian dan seterusnya gua tidak lagi sanggup melanjutkan karena tubuh sudah tidak sanggup lagi menahan beban sakit yang gua derita. Ya gua sakit TB, badan kurus,  nafsu makan hilang, lemas, gua tidak mampu berbuat apa-apa lagi hingga beberapa bulan kedepan. Bahkan untuk ujian susulan juga gua tak bisa mengikuti. Ketika gua menanyakan solusi jawabannya adalah mengulang di semester genap selanjutnya. Gua sudah bayar, tepat dihari ujian pula badan tak bisa melanjutkan ujian. Ini hanya salah satu sesal gua.

Sesal kedua, sejak pertama masuk di jurusan TI gua sudah salah persepsi tentang dunia TI. Pengetahuan akan jurusan ini membuat gua terjebak, bukan tanpa usaha untuk lari dari jurusan ini gua sudah mencoba bukan sekali tapi berkali-kali.

Pada semester 2, munif sahabat gua sudah lebih dulu meninggalkan jurusan ini, dia pindah ke universitas pakuan mengambil jurusan sastra jepang yang memang jatidirinya. Gua sudah menyusun rencana pindah, dua minggu sebelum ujian pindah jurusan gua mengurus semua persyaratan untuk mendapatkan kartu ujian. Sambil mengurus kartu tersebut gua coba mengajak Gani untuk ikut pindah jurusan. Tapi nampaknya Gani tidak yakin dengan ide gua, bersama munif gua coba meracuni dia untuk pindah jurusan.

"mau jadi apa lu nyuk, di TI. Paham juga enggak. Coba lu pikiran nanti kalau lulus jadi apa lu? Install laptop aja gabisa." dengan setengah canda Munif memancing Gani untuk pindah.

"iya mau jadi apa lu? Udah pindah aja bareng gua. Gua mau ke bahasa indonesia, lu cari dah jurusan yang cocok."  Gua menimpali untuk menguatkan opini Munif.

Gani hanya terdiam menghadap langit-langit seperti sedang memikirkan sesuatu. Gua dan munif sama memandangi langit-langit sambil telentang diatas sebuah dipan tempat kami biasa berbaring dikamar Munif.

Berkali-kali gua datang ke kampus untuk mengurus syarat-syarat ada saja yang kurang.

"mas harus ambil KHS dulu, nanti minta tanda tangan pak Adi. Setelah itu baru ambil kartu ujian." Ujar bagian TU saat itu. Gua coba menanyakan ke BAAK tentang KHS,

"KHS belum keluar mas, nanti akhir bulan baru keluar. Kan baru selesai ujian." Ini jawaban yang gua dapat dari BAAK, lalu gua harus bagaimana?

"printkan saja sedapatnya pak, TU nyuruh saya gitu." Dapatlah gua KHS yang hanya berisi nilai semester pertama. Ketika ingin menemui pak Adi untuk mendapatkan tanda tangan kata, jumat baru beliau ada di kampus. Sedangkan hari ini, hari rabu. Oke gua siap menunggu.

Jumat gua kembali ke kampus untuk mendapatkan tanda tangan pak Adi, tapi yang berhasil gua temui bu Mei,

"kamu buat apa?" Tanya bu Mei.

"Saya mau ambil kartu ujian untuk pindah jurusan. Katanya TU ini syaratnya. " jawab gua

"Bagaimana kamu mau ambil kartu, sekarang saja ujian sudah berlangsung." jawab bu Mei

"lalu saya harus bagaimana!?" Gua kembali bertanya

"kamu coba saja kamu ke kampus gedong, temui pak Adi disana. Siapa tahu bisa." solusi bu Mei, secepat mungkin gua menarik gas untuk ke gedong. Gua berhasil menemui pak Adi.

"Permisi pak, saya mau pindah jurusan tapi belum punya kartu ujian sedangkan ujian sudah berlangsung. Saya tadi disarankan menemui pak Adi untuk cari solusi." Gua langsung to the point pada masalahnya.

"sudah tidak bisa. Sekalipun kamu anak saya, saya tetap tidak bisa bantu karena aturan kampus tidak mungkin bisa ditembus." Ini pertama kali gua menemui pak Adi, Prodi TI pembawaannya begitu tenang.

"memangnya kenapa kamu bisa tidak dapat kartu ujian?" Tanya pak Adi menunjukkan jiwa pemimpinnya dengan sedikit perhatian.

"Dari TU saya disuruh menyiapkan berkas-berkas seperti mahasiswa baru, ijazah, skck, KHS. Nah KHS ini saya katanya disuruh minta tanda tangan pak Adi dulu. KHS ini yang buat saya terlambat." Gua jawab sesuai kenyataan yang ada.

"buat apa kamu KHS, nilai juga belum keluarkan. Sebenarnya kamu cuma perlu nyerahin beberapa persyaratan lalu ambil kartu ujian. Siapa yang nyuruh kamu menyiapkan semua itu?" Bersamaan dengan pertanyaan pak Adi tersebut, sipenjaga TU yang menyibukkan gua dengan berkas tak penting itu lewat dibelakang kami. Gua melirik dia dibalas dengan wajah bersalahnya, pria itu berpaling. Gua juga tak ingin memperpanjang masalah ini, sambil menghadap pria itu gua menjawab dengan nada yang cukup tinggi.

"ada pak orangnya, saya lupa. Gara-gara dia saya jadi gagal pindah jurusan."

"yasudah kalau begitu kamu semester depan aja pindahnya, semester 4 masih sempat ko. Sabar setahun ya. Jalanin aja dulu." Penuh kecewa gua mengangguk dengan masih memberikan mata kecaman pada pria penjaga TU sambil berlalu dihadapannya.

Setelah itu gua pergi ke rumah munif, tidur-tiduran sambil bercerita tentang kegagalan gua untuk pindah jurusan. Mata gua memandang ke langit-langit gua harus bersabar setahun lagi.

"nyuk lu dimana, ayo ujian pindah jurusan gua ujian jam setengah dua nih. Lu dimana? " Whatapps dari Gani, bukankah dia tidak tertarik pindah jurusan? Kenapa tiba-tiba ngirim message seperti ini.

"gua dirumah muncang nyuk. Gua gajadi nyuk, gua gadapet kartu ujian nyuk." Balasan whatapps gua hanya diread tanpa dibalas.

Selesai shalat jumat, gua duduk-duduk diteras rumah  Munif. Masih dengan sedikit kekecewaan, sebuah motor beat masuk ke halaman rumah.

"ayo ujian nyuk, gua masuk jam setengah dua. Setengah jam lagi nih." Tanpa melepas helm dan masker Gani kembali mengajak gua dengan terburu-buru.

"gua gadapet kartu ujian nyuk, gua udah ngurus tapi gadapet."

"ee, gua cuma dua hari ngurus ama away selesai. Ayo cepet jangan becanda, lu yang maksa gua buat pindah sekarang masa lu yang ga pindah? " Gani masih belum percaya.

"Tanya muncang, gua udah coba ngurus tapi gadapet nyuk. Gua gagal pindah nyuk."

"iya nyuk dia gajadi pindah, disuruh nunggu semester 4 dia nyuk." Munif menimpali untuk meyakinkan Gani jika gua memang tidak jadi pindah jurusan.

"t*i lu nyuk, lu yang bikin gua mau pindah jurusan, lu yang ga pindah. Gua udah bela-belain ngurusin buru-buru dua hari biar bisa pindah. Bang*#@ #@#@@#@#@# *#@##*###" Gani memaki-maki gua, wajar jika dia marah karena gua yang membuat dia pindah jurusan, karena dia pikir jika gua pindah tak ada lagi teman karib dikelas mungkin. Dia hanya tinggal sendiri nanti, maka jadilah dia pindah jurusan. Wajar jika gani marah, gua maklum. Gani berlalu tanpa sepatah katapun setelah makian itu.

"udah nyuk, jangan dipikirin. Biarin aja nyuk. Temen kaya gitu biarin aja. Ntar juga baik lagi." Munif coba menghibur gua, tapi gua tahu jika Gani benar-benar marah. Perkiraan itu benar sampai beberapa bulan ke depan Gani tidak pernah muncul setiap gua dan munif nognkrong dirumah munif, biasanya kami selalu bertiga. Gani masih marah dengan kejadian tersebut.

Lalu sesal ketiga, di semester 4 gua sakit. Seperti kata pak Adi coba saja di semester 4, gua bersabar selama 1 tahun tapi akhirnya gagal juga. Saat tubuh gua sudah mulai membaik dan bisa mengendarai motor sendiri gua pergi ke kampus. Saat tiba ternyata daftar ulang dan ujian pindah jurusan sudah selesai. Gua benar-benar terpukul juga kecewa,
"mungkin ini yang terbaik jalani saja." Hati kecil berbisik, karena selalu ada hikmah dibalik sebuah peristiwa. Ada rencana yang lebih baik untuk gua dan mungkin memang ini jalannya.

"ngapain lu pindah. Lu pasti bisa lulus dari TI, gua yakin lu bisa. " Irul coba memotivasi gua untuk tetap menyisipkan semangat untuk menjalani perkuliahan.

"lanjut aja disemester 5, gabanyak ko pelajaran hitung-hitungan. Saya dulu juga kamu kira pinter saya gapaham. Tapi setelah lulus dan coba-coba bikin program baru saya paham TI. Kalau engga saya juga gapaham smapai sekarang. " Ujar pak Lukman dosen PA gua, ikut memotivasi gua diwaktu yang lain saat pengisian KRS.

Baiklah gua akan jalani lagi perkuliahan ini,

"Lin gua teh tubruk 1." Pagi yang cerah, duduk-duduk di warung pojok sambil menikmati pagi selalu menyenangkan.

"lu mau ngedit apa ini?"  Tanya kak Kholik.

"Spanduk buat counter Kak." Kak Kholik selalu bantu gua untuk bagian edit-edit spnduk dan sebagainya yang berhubungan dengan photoshop dan corel.

Sesal terakhir karena gua menjalani semuanya dengan kecewa sehingga hilang hasrat menjalani perkuliahan. Gua tidak serius dan malas-malasan menjalani perkuliahan. Semester tujuh gua gagal satu mata kuliah etika profesi, ipk gua juga hancur. Disemester 8 gua sebenar bisa menyelesaikan 3 mata kuliah yang mengulang semester 4. Tapi usaha baru buat gua semakin malas untuk menyelesaikan kuliah. Gua jarang masuk, bahkan UTS juga tidak datang. Pada saat UAS nama gua tidak muncul didaftar mahasiswa peserta ujian.

Gua harus mengulang satu tahun lagi semester 9 untuk etika profesi dan beberapa mata kuliah dengan nilai C, dan semester 10 untuk mengganti mata kuliah semester 4 juga skripsi. Kecewa karena slaah jurusan, kecewa karena sakit lalu mengulang semester 4 dan kecewa karena gua sudah coba ikut ujian susulan mata kuliah etika profesi tapi nilai tidak juga muncul. Lalu kecewa paling dalam adalah kecewa pada diri gua sendiri kenapa tidak coba bersabar dan menjalani waktu yang telah Allah berikan. Gua kecewa, semoga masih ada waktu buat gua menyelesaikan kekecewaan ini.

Selamat menikmati hasil kerja keras kalian teman-teman yang telah selesai sidang, selamat menikmati. Wisuda merupakan sebuah akhir dari penantian 4 tahun perjuangan, mereka yang tidak berjuang memang tidak pantas mendapatkannya. Rasa pahit ini karena gua sendiri yang menyebabkan, jadi gua akan coba menikmati rasa pahit ini dengan tetap menaruh sambal didalamnya agar bisa memompa semangat untuk menyelesaikan apa yang tertunda.

Tidak ada komentar: