Selasa, 20 September 2016

Ketika Orang Awam Bicara Politik

Gua cuma bertanya-tanya dalam hati siapa yang salah dalam perjalanan politik negeri ini? Kenapa beberapa tahun belakangan begitu banyak keputusan-keputusan orang-orang penting negeri ini yang mengganjal hati. Perekonomian kacau, gaya hidup semakin bergeser, manusia semakin jelas terlihat menentang tuhan, dan sebagainya. Gua cuma anak ingusan yang mungkin baru bisa melihat segala hal hanya dari sebelah mata, apalagi menatap dengan mata hati.

Hemat gua, pada zaman pak harto dulu media tidak bisa bicara banyak, jadi pencitraan juga tidak banyak, penipu rakyat juga tidak banyak! Pindah ke zaman pak habibie semua masih berjalan tidak berbeda, ketika ada pemimpin cerdas, bersih, dan beriman seluruh negeri ini gerah. Keangakaramurkaanlah yang harus berdiri tegak dinegeri ini maka diturunkanlah beliau yang seharusnya bisa membawa negara menjadi berkembang pesat dengan ide brilliannya yang luar biasa dengan bukti begitu banyak paten ilmu atas namanya dirinya. Memang timor leste lepas pada masanya tapi jika diberi kesempatan lebih negeri ini bisa jadi semakin disegani dunia dengan tekhnologi yang canggih.

Ulama jadi pemimpin siapa yang tidak terkagum-kagum, beliau tidak menawarkan citra diri sebagai dagangan politik namun rasa hormat dari santri serta orang-orang yang memang telah menanamkan kepercayaan padanya, karena dia memang memiliki kemampuan tersebut untuk membawa bangsa ini jadi lebih baik terlebih kebosanan dipimpin oleh orang-orang biasa tanpa tingkat religius yang tinggi. Zaman Gus dur,  jadi masa paling menyenangkan buat gua dan anak-anak SD lainnya, kita bisa sebulan penuh libur diramadhan sambil bermain petasan.

Pindah pada zaman ibu Mega Pemimpin wanita pertama di tanah air ini, dinegeri yang di merdekakan oleh ayahnya. Menurut sejarah yang berseliweran ke telinga anak ingusan ini, jika dia telah membuktikan perkataan Ayahnya, jika perjuangan Ayahnya tidak terlalu berat karena hanya mengusir penjajah dari negeri ini sedangkan tugas kita adalah mempertahankannya. Tapi sang putri yang luar biasa, ini telah mengecewakan ayahnya. Dia telah menggadaikan negeri pada bangsa lain, begitulah ayah-ibu gua bercerita tentangnya sedang dia masih tampak manis dalam permainan politik negeri gua hingga hari ini.

Berpindah pada bapak SBY, presiden pertama yang memiliki nama tersingkat hanya 3 huruf tapi bisa menggeser pesaingnya untuk memimpin negeri ini, bahkan dua periode. Kehebatan dalam penguasaan bahasa indonesia serta bahasa asing buat dirinya tampak begitu cerdas. Postur serta pernah jadi pembela tanah air, menunjukkan sebuah ketegasan, kekokohan, kekuatan yang hebat untuk menjadi seorang pemimpin yang harus mengendalikan negeri serumit ini. Gua mengagumi pak SBY sebagai seorang yang mampu menampilkan tatacara berbahasa yang baik dan benar. Kepuasan akan kinerja untuk rakyat telah terbukti dengan dua periode dia masih berada disana, jika bisa tiga periode gua masih akan memilih.

Entah mengapa gua merasa kehilangan identitas diri gua, batin gua berkata, batin gua tidak mampu melihat jika pada pemilu  kemarin ada pemimpin diantara mereka yang menjadi calon. Dalam hati gua hanya ada keragu-raguan yang buat gua meninggalkan itu, seperti kata nabi tinggalkanlah keragu-raguan. Meski ada sedikit sesal tidak menuruti himbauan ustadz gua untuk memilih mereka yang mudharatnya sedikit.

Tidak maksud menyalahkan siapapun, menjatuhkan siapapun. Gua hanya anak ingusan yang berusaha melihat sebuah kenyataan yang ada. Di masa inilah dimana media bisa bebas berekspresi sebebas-bebasnya tanpa batas bahkan berhasil mengendalikan ratusan juta penduduk negera gua. Bagai hipnotis, dia datang, mengagetkan kemudian mengendalikan itulah media kala itu. Opini bertebar dimana-mana, media yang seharusnya netral bahkan semua orang tahu, anak bodoh seperti gua juga paham jika media itu harus netral. Tapi tidaj pada masa ini dimana media digenggam oleh mereka yang berkuasa, kemudian mengendalikan opini-opini kebaikan masing-masing pemiliknya. Pencitraan merupakan gaya hidup baru setelah selfie merajalela kala instagram muncul. Kita semua dibuat narsis oleh media, kalau tidak salah narsisius merupakan seorang pria tampan yang menolak seluruh wanita dan terlalu mencintai dirinya. Begitulah manusia pada masa ini, selain terlalu narsis pada dunia media sosial mereka juga narsis dalam berpolitik begitu juga para pendukungnya. Makna pendukung itu orang yang menyokong karena suatu hal positif atau satu paham. Tapi sekarang pendukung itu telah bergeser menjadi sebuah kata yaitu pemuja. Kalau pendukung itu ketika pemimpinnya membuat sebuah kesalahan, mereka mungkin saja berpaling sedangkan pemuja mau bagaimanapun pemimpinnya seberapapun kesalahan itu dengan mati-matian akan terus membelanya.

Gua cuma anak ingusan yang tidak mengerti, sedang berusaha melihat kenyataan. Menurut cerita media, bagaimana bisa seorang yang pernah menghina orang lain kemudian dengan cepat sepaham kemudian berubah pendirian, menjadi pendamping setia. Lalu mempermasalahkan speaker masjid, sebagai bocah ingusan yang tidak memiliki ilmu agama se-wah gus dur, eh terlalu jauh ustadz di mushola rumah gua. Gua mengerti jika speaker masjid itu digunakan untuk memanggil orang beribadah, menyampaikan ilmu serta mengingatkan manusia untuk meninggalkan kemungkaran. Speaker masjid tidak dibungkam saja, mushola rumah gua hanya ramai di maghrib dan menyedihkan di waktu lainnya. Peserta pengajian sedapatnya saja, orang-orang acuh tak acuh pada suara yang berkumandang. Apalagi dibungkam maka semakin butalah hati-hati mereka, sempat mendengar adzan saja sudah lumayan bagi manusia-manusia agar mengingat tuhannya meski jelas banyak yang meninggalkan karena alasan kesibukan.

Tinggalkan keputusan speaker pemberitaan lain juga memberitakan jika sebelum menjabat gubernur bapak jokowi bercerita betapa sakitnya menjadi korban penggusuran. Tapi saat dia pergi meninggalkan jakarta jadi presiden, bapak Ahok dengan slogan antikorupsinya, membuka luka lama bapak jokowi. Bapak Ahok dengan tangan yang ringan meratakan berbagai tempat kumuh yang jika ditanyakan aspek sejarahnya beliau tidak paham. Ambisius yang hanya melihat kedepan akan membuat kita buta dengan sejarah masalalu dan cara berjuang membela negara layaknya pahlawan yang beri kebanggaan tanpa menimbulkan kebencian dihati-hati rakyat kecil.

Bapak jokowi juga pernah berkata jika beliau jadi presiden banjir jakarta akan mudah diatasi, tapi balaikota sendiri terendam air. Entah jabatan mana lagi yang harus direngkuh agar banjir hilang. Aliran venice yang indah sempat terlihat di ufuk mata gua saat datang kelokasi banjir kala masih jadi relawan. Andai bisa diolah seperti venice pada masa lalu, ciliwung adalah wisata yang akan menjadi pemasukan jakarta. Tapi itu hanya pikiran singkat seorang anak ingusan lupakan. Yunani memperindah pulau-pulau mereka bukan membuat pulau baru seperti di kota gua hari ini, entah seberapa banyak pulau dikepulauan seribu yang akan menjadi pemasukan bagi jakarta terabaikan tapi malah dibuat pulau baru. Inilah ambisius yang hanya melihat kedepan dan sedikit melawan tuhan.

Lalu dollar yang menanjak perlahan menjadi pesat, gua melihat sebuah cuplikan video yang beredar jika bapak jokowi meyakinkan kami beberapa waktu lalu jika bulan kala gua menyaksikan video itu ekonomi indonesia akan menanjak layaknya roket tapi kenyataannya saat gua menyaksikan video dibulan janji pak jokowi dolar sedang gagah, dan menyiksa ekonomi tanah air. Gua yang membantu abang gua berjualan handphone, jelas merasakan bagaimana penjualan seperti masa pak SBY jadi sebuah kemustahilan. Ada rasa kecewa, tapi gua tak ikut andil pada pemilu kala itu maka tak ada peran gua atas kegagalan ini. Tapi ada sesal gua karena ketidak berhasilan ekonomi jadi lebih baik.

Pada bulan ramadhan bagaimana sebuah kericuhan harus dibuat dikala hati-hati muslim sedang berbunga-bunga menyambut bulan suci, berbeda dengan politik yang penuh kepalsuan. Dibulan ini bagaiman sebuah janji benar-benar nyata, didunia saja jelas terlihat keberkahannya. Gua yang pernah lama berkecimpung sebagai anak yatim serta pengurus anak yatim mempunyai keyakinan besar akan keberkahan seperti janji Allah dalam Al-Qur'an. "Orang berpuasa harus menghormati yang tidak berpuasa." entah pelafalan kalimat yang salah atau beliau sedang mengantuk. Gua tidak menanggapi akan hal ini disaat semua orang seperti kebakaran jenggot mencacimaki. Beliau manusia biasa wajar salah, kecuali kesalahannya berkali-kali artinya ada kesengajaan. Kalimat itu disampaikan menteri yang menjabat pada masa bapak jokowi.

Gua juga mau bertanya apa bedanya antara bantaran ciliwung dengan pinggiran laut PIK dan pantai mutiara? Pada pelajaran PLKJ saat SD gua sudah diajarkan untuk tidak membuang sampah dikali dan tidak mendirikan bangunan di bantarannya. Apa karena PLKJ hanya membahas kali seolah laut tidak penting. Seolah membuang sampah dilaut lumrah sehingga tidak ada pencemaran lalu mendirikan bangunan ditepinya tidak menimbulkan masalah atau lain sebagainya. Mungkin gua yang belum mengerti tekhnologi yang digunakan mungkin berbeda. Kenapa bapak Ahok tidak menggunakan tekhnologi untuk PIK dibantaran ciliwung, sehingga tidak ada penggusuran yang menyakiti hati bapak jokowi.

Gua melihat berbagai kebencian sedang berperang di media sosial tapi entah mengapa media besar serempak memuja ketidakadilan. Gua yang anak ingusan yang tidak paham ini ingin bertanya dimana sikap netral mereka. Bahkan gua sering geli setiap stasiun tv seringkali lebih sering mengangkat pemberitaan tentang artis-artisnya saja yang diberitakan distasiun tv mereka dan mengabaikan yang lainnya. Kecuali benar-benar ada berita heboh dengan rating tinggi baru mereka serempak mengeruk uang darinya. Apa cuma gua yang awam ini saja yang memperhatikan jika kepala-kepala kita sedang dikendalikan layaknya sebuah hipnotis. Batin berkata tidak tapi tubuh terus mengiyakan, apa karena speaker yang dibungkam sehingga hati kita semakin hitam kelam sampai-sampai tidak sedikitpun mendengar kebenaran nyata. Mata kita juga hanya bisa melihat apa yang disuguhkan tanpa memejamkan mata sesaat untuk merenungkan kebenaran lalu mengingat tuhan. Hipnotis yang begitu kuat membuat sebuah sandiwara, layaknya uttaran ketika satu episode terlewat ada kecewa. Sandiwara negera gua begitu hebat bahkan sanggup mengatur isi-isi kepala manusianya.

Muncul sebuah ketakutan dalam diri gua, karena hati-hati kita seperti dibuat buta oleh sebuah pencitraan. Media suka tidak adil, hanya mengangkat bagian positif tentang pujaannya. Menanamkan secara paksa pemahamannya pada orang-orang tidak berdosa, pada masyarakat kecil yang hanya suka mengangguk saja. Apa cuma gua yang merasakan batin menolak tapi badan terbawa arus, kini sebisa mungkin gua berpegangan pada ranting-ranting kenyataan. Kasihannya orang kecil yang dibuat hanya angguk-angguk.

Gua seorang muslim yang tidak terlalu pintar bahkan masih sering terkuring pada dosa-dosa sebagai hamba. Tapi sering merasa miris ketika ada muslim-muslim yang terlalu berlebihan meluapkan amarah serta kekecewaannya pada pemimpin jakarta. Ajaran kita memang memerintahkan untuk memilih pemimpin yang seiman, tapi apa dengan kebencian dia akan turun justru kebencian membuat respect sebagian yang lain yang sama tidak setuju semakin bingung. Mereka yang tidak mendukung pemimpin jakarta mendapati muslim-muslim justru melakukan kesalahan yang meluapkan kebencian tanpa kontrol. Bukankah sebaiknya kita harus tenang, berpikir jernih. Jika tidak setuju mari bersatu, dukung mereka yang pantas, dukung mereka yang tepat sesuai aturan yang kita yakini. Bukankah bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Mereka menang karena bersatu yang buat mereka teguh.

Gua tidak berani juga menyalahkan media karena tidak semua salah. Tapi entah siapa yang buat skenario sehingga semua yang ada dinegara gua layaknya simalakama. Tidak ada yang benar tidak ada yang salah. Pada masa ini benar kata baginda nabi, ada masa dimana antara benar dan salah akan samar!

Tidak ada komentar: