Rabu, 05 September 2012

RUMAH PANGGUNG (2)


Setiap hembusan angin sore itu buat gua merasa melayang walaupun dunia gua sepi banget tapi masih banyak senyuman yang gua simpan. Dari senyuman mama gua seorang yang sangat perkasa, terus senyum kakak-kakak gua yang sayang banget sama gua, senyum abang-abang gua yang tampan-tampan (haha). Ia dengan senyum mereka gua ga pernah ngerasa sepi. Kalau lagi kumpul kadang kita main bola kasti bersama sore hari didepan rumah panggung kita yang kebetulan ada tanah kosong yang lumayan luas. Gua suka menikmati sore disini, dicong-cong dikampung pedalaman gua, dari sini banyak yang gua nikmati matahari yang mulai padam, elang-elang yang mencari mangsa disore hari, burung yang bergerombol terbang menuju lautan, angin yang berhembus pelan yang akan selalu dirindukan dan bisa menerbangkan pikiran kita ke alam jauh, atau sekedar menatap ikan-ikan julung kecil berenang-renang dengan anak-anaknya diair yang pekat, dan satu lagi menikmati air pasang sambil memancing ikan. Itulah sore kami dikampung terpencil ini. Rumah kami adalah rumah panggung khas riau yang atapnya dari tumpukan daun kelapa dan dinding-dinding dari kayu-kayu yang disusun atau triplek, dan penyanggahnya kayu jati yang sangat kokoh. Didalam rumah hanya ada dua kamar yang satu untuk mama dan kakak-kakak perempuan dan yang satu lagi untuk abang-abang tapi gua lebih suka tidur dengan mama karena aku masih kecil. Gua adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Tapi kami selalu menggunakan kelambu untuk tidur karena banyak sekali nyamuk kebun disini yang besar-besar dan sangat gatal jika tergigit sedikit saja. Tepat disebelah rumah gua adalah parit dan itulah sumber air kami untuk mandi dan mencuci, tapi jika untuk minum kami menggunakan air hujan karena air parit tidak mungkin digunakan karena airnya berwarna agak kecoklatan seperti air teh yang merupakan air tanah, jadi kami tidak mungkin menggunakan untuk minum. Jadi jika hidup di kampung ini maka kita harus berhemat air hujan karena mendpapatkannya sangat harus menunggu hujan turun jika saja hujan tidak turun semuanya akan dibingungkan dengan keadaan ini. Dibelakang rumah gua ada kuburan, entah kuburan siapa? dan disisi lain rumah gua ada hutan pandan yang sangat luas, pandan-pandan raksasa itu digunakan untuk membuat tikar dengan cara dianyam, gua ga terlalu tau prosesnya. Tapi mungkin sih prosesnya kayak gini, pandan diambil terus dijemur lalu di sayat sesuai ukuran yang diperlukan lalu direndam didalam air pewarna setelah itu barulah dianyam yang tidak hanya menjadi tikar saja tapi bisa juga menjadi topi, tempat menyimpan barang dan lain-lainnya.
Hidup gua akan terlihat kasian banget buat orang-orang kota, soalnya pikir aja sepeda aja ga ada dikampung gua apalagi motor sama mobil dan segala kendaraan modern lainnya. Satu-satunya kendaraan yang ada cuma sampan, cuma sampan, sampan aja ga ada yang lain. Gua enggak pernah punya tv buat nonton, tapi gua masih bisa menikmati tv itupun harus berjuang berkilo-kilo kerumah orang lain buat bisa menikmati tv. Kadang gua punya impian ingin punya tv sendiri, atau pergi ke kota menjadi orang-orang kota lainnya. Tapi gua enggak pernah menyesali kalo gua terlahir sebagai anak desa pedalaman yang ga punya apa-apa. Penerang digelap malam dirumah gua itu cuma pelita, kaleng susu yang dikasi kain bekas yang jadi sumbu terus dikasih minyak tanah biar bisa nyala. Tapi itu semua ga pernah ngalangin kakak-kakak gua belajar, terus mengerjakan tugas sekolah mereka. Gua selalu bangga punya mereka karena mereka adalah kakak-kakak yang cerdas membuat bangga keluarga.
Didalam rumah ini adalah surga buat gua, selama gua akan selalu mengenang rumah ini dengan semua kenikmatannya, mama gua selalu menyediakan makanan yang membuat gua ga pernah bosan untuk makan dan makan. Selalu banyak tawa didalam rumah ini walau tidak semua kenikmatan kita punya. Dirumah panggung ini masa kecil gua yang singkat terukir dengan indahnya. Gua menikmati kasih sayang dari setiap orang yang gua sayang juga. Dibawah rumah juga kami memelihara ayam yang telur-telurnya bisa kami nikmati, dagingnya bisa kami makan jika sedang ingin, kokokannya membangunkan kami setiap pagi hari. Tujuan rumah panggung kami ini untuk menghindari hewan-hewan buas yang banyak berkeliaran dimalam hari. Jika malam tiba kami sering melihat musang, tak jarang banyak babi hutan berkeliaran, jadi rumah kami seperti ini ada alasannya bukan asal dibuat saja. Tapi itu alasan dari gua sendiri ga tau dari yang lain bisa ditanyakan sendirilah. Menatap bulan dari jendela rumah kami disini begitu menyenangkan, melihat burung hantu yang sedang terbang kesana kemari mencari mangsanya juga menjadi sesuatu berharga buat gua. Pelita yang menerangi malam-malam gua juga akan jadi hal berharga karena setelah ini gua gak akan pernah menemui dia lagi.
Didalam rumah ini juga ada satu abang gua yang suka ngotak-ngatik barang elektronik, sekarang dia cuma bisa ngotak-ngatik radio bekas. Jika membutuhkan listrik dia bisa dapati dari aki yang harus dia isi selalu jika sudah habis jika terus ingin melanjutkan hobbinya. Nantinya kalian semua bakalan tahu dia akan menjadi apa nantinya? tunggu aja nanti!
....BERSAMBUNG....

Tidak ada komentar: