Rabu, 05 September 2012

SEKOLAH DAN NERAKA(3)


sekolah itu tempat mendidik anak menjadi cerdas dan bisa berbudi pekerti yang baik layaknya manusia-manusia yang mulia. Semua keberhasilan rata-rata dicapai dengan pendidikan yang baik ditambah sedikit keberuntungan, di poles terus dengan ketekunan. Semuanya bisa tercapai kalau kita cerdas dalam belajar, mengambil keputusan, mengontrol kehidupan. Gua juga ingin menjadi orang sukses tapi gua ga pernah berpikir untuk mencapainya harus berjuang dengan sangat keras. Contohnya kakak gua yang cerdas banget itu, dia belajar siang malam, berusaha bertanya kesini-kesana untuk mendapati pengetahuan yang baik. Dia cerdas dalam menentukan apa yang terbaik untuk dia. Melihat kakak gua yang cerdas yang dibanggakan oleh keluarga, gua juga ingin menjadi seperti dia! Besok gua sudah mulai masuk sekolah, sebuah SD Negeri yang berjarak 2 Kilo mungkin dari rumah gua. Yang pertama membuat gua tertarik sekolah adalah 1. kata kakak gua disekolah itu banyak temen 2. kalau gua ranking dapat banyak hadiah dari mama seperti kakak 3. pengen ngerasain suasana baru 4. apa ya? bingunglah banyak alasannya.
"ian ayo bangun katanya mau sekolah" ah sepagi ini gua udah bangunin enggak kayak biasanya. Sambil ngantuk-ngantuk gua pergi ke jamban ambil air langsung basahin semua badan, gua emang pengen sekolah tapi ga dibangunin sepagi ini juga. Malesnya!
 "nah ini seragam baru kamu, sini mama pakein" celana merah, baju putih, dasi merah, dan topi merah putih terus ada lambangnya. Semua perlengkapan sudah terpasang dibadan.
"ayo de kita jalan" kakak gua yang perempuan ngajakin berangkat, yang ada dikepala gua cuma punya banyak teman dan bisa main bareng sama teman-teman baru gua nanti disekolah. Tanpa alas kaki gua melangkah bersama kakak gua yang sudah punya sepatu sendiri, tapi gua belum sempat berpikir jika sepatu itu penting karena selama ini gua hidup tanpa alas kaki dan tidak pernah ada sedikitpun masalah. Entah berapa lama waktu yang kami habiskan tapi pagi sekali kami sudah harus mulai melangkah agar tidak terlambat sampai disekolah. Hari pertama ini cukup menyenangkan, diadakan upacara bendera. Gua gak merasa aneh menjadi anak yang tidak menggunakan alas kaki karena banyak juga anak-anak yang sama. Mereka berjalan dari jarak yang lebih jauh dan tanpa alas kaki dan beginilah keadaan kami didalam wilayah pedalaman. Sekolah ini terdiri dari 7 ruangan, 1 ruang kepala sekolah, 7 ruang untuk 14 kelas setiap ruang ada dua kelas yang belajar. Didalamnya semua murid dilarang menggunakan alas kaki agar ruangan kelas tidak kotor. Sekolah yang berdiri diatas tanah gambut berbentuk rumah panggung ini semuanya terbuat dari papan.
Gua senang dengan hari pertama ini, Gua suka sekolah. Banyak teman, banyak juga permainan yang bisa dimainkan. Tadi gua dan kawan-kawan hari ini digunakan untuk perkenalan diri. Kita semua tertawa untuk hari pertama ini, semua anak melangkah maju dengan malu-malu, dengan wajah yang lucunya, membuat ruangan ini seperti diatas panggung komedi. Gua pulang yang terus-terusan bercerita tentang perkenalan tadi ke kakak gua, dia cuma menanggapi dengan tersenyum saja. Mungkin dia pikir ini merupakan hal yang biasa saja karena dia sudah pernah mengalami dan wajar untuk anak-anak yang baru saja merasakannya.
Tapi senyuman itu hanya untuk hari pertama! Hari kedua dan seterusnya yang gua dapati cuma sedih dan sedih, gua merasa lebih baik hari kemarin daripada hari ini dan besok mungkin. Karena dikelas gua cuma bisa jadi pecundang, pertama gua bodoh kedua gua nakal dan jahil, semua anak membenci gua, semua guru kesal dengan gua, dan mereka tampaknya selalu mendiskriminasi gua. Dan gua merasa sudah gak ada gunanya lagi untuk menjadi anak baik, mereka selalu menyalahkan gua. Kalau boleh jujur gua ingin bilang kesemuanya. Jika gua tidak bersalah atas diri gua yang dibenci semua anak dan guru. Yang pertama salah adalah guru menurut gua karena mereka tak pernah mau melirik anak bodoh seperti gua untuk diberi pelajaran yang lebih, yang kedua teman-teman gua yang ga pernah mengerti jika gua bodoh seharusnya mereka memberi support, tapi kenyataannya mereka menjadikan gua sebagai maenan yang mereka mainkan setiap hari, mereka terus menghina gua, mereka terus memperolok gua. Dan akhirnya gua ga tahan lagi, keputusan terbaik adalah membalas mereka agar tidak meremehkan gua, setiap ada yang mengolok gua, maka mereka akan merasakan pukulan dan semua luapan kekesalan gua. Setelah itu maka guru-guru akan menghukum gua dan memberi stempel anak bodoh yang nakal.
Untuk hari-hari yang menyiksa itu, gua akan berusaha memaafkannya. Tapi gua enggak akan pernah melupakannya, semua salah dan benar itu selalu samar. Tak cuma kebodohan gua aja yang jadi bahan untuk mereka menghina gua tapi nama gua juga menjadi olokan mereka, Gua punya nama fitria Apa salahnya dengan nama ini? bukankah berarti suci, seharusnya gua suci tapi kenapa gua malah jadi hinaan dengan nama itu, mereka bilang gua punya nama aneh untuk seorang laki-laki, masa laki-laki namanya fitria? begitulah pertanyaan mereka. Persetan dengan merekalah!
Awalnya gua suka dengan sekolah tapi setelah itu sekolah seperti jeruji yang terus menerus menusuk gua dan serasa ingin membunuh gua. Setiap hari gua dipaksa untuk sekolah, setiap hari gua dimarahin dan diberi pengertian tentang pentingnya arti pendidikan, setiap hari gua bosan, setiap hari gua benci, setiap hari setelah hari-hari sekolah ini. Pendidikan macam apa yang menganaktirikan satu bagian yang buruk ini.
Jika gua menuntut seperti ini maka kalian akan mengatakan cobalah kamu yang mengalah, kamu yang lebih bersabar, kamu yang menjadi orang baik, jika mereka mengejek kamu acuhkan saja. Acuhkan yang bagaimana jika kamu sedang berjalan sedangkan telinga kamu masih normal dan mata kamu masih bisa memandang, mereka dihadapin kamu mengucapkan kata-kata yang melecehkan, apakah kamu bisa mengacuhkan? Gua bukan anak autis yang bisa asyik dengan dunia gua sendiri. Gua masih anak normal yang ingin bermain dengan banyak teman. Setelah sekolah yang menyiksa gua, dirumahpun menyiksa gua. Mereka sekarang menuntut gua untuk rajin belajar, mereka menuntut gua untuk tidak lagi bermain-main yang ga berguna, mereka mencuri semua kesenangan yang setiap hari gua jalanin. Walaupun gua bocah kecil yang masih harus diatur apa tidak ada sedikit ruangpun untuk mengekpresikan perasaan gua. Apa tidak ada sedikit suara kecil buat gua bicara? Sudahlah ini dunia kalian bukan dunia gua!

Tidak ada komentar: